from random |
Saya ingat satu momen pada masa ospek angkatan tahun 2007 di fakultas saya dan kami semua duduk di kursi dalam kelas menyaksikan presentasi trainer didepan kelas. Dalam salah satu sesi kami mempelajari tentang paradigma, saya melihat sebuah gambar dan langsung berpikir bahwa gambar tersebut berwujud wanita cantik yang memakai topi indah dan gaun eropa zaman victoria, sementara teman-teman saya yang lainnya -- hampir satu kelas menyatakan bahwa itu gambar seorang nenek tua.
Sejenak saya bingung, apa mata saya yang rabun ataukah memang kadar kewarasan saya mengalami penurunan sementara kadar kebodohan mengalami fluktuasi gila-gilaan? Atau mungkin wanita cantik itu sudah berumur tua dan teman-teman saya berhasil mengetahuinya dengan gemilang? Hal yang tidak dapat dengan bagus dilakukan seseorang yang sering tidak tahu hari ini hari apa dan tanggal berapa seperti saya.
Ketika trainer menanyakan apa yang kami lihat dari gambar itu, saya menjadi semakin bingung dan di akhir kebingungan itu saya memutuskan untuk mengikuti pendapat terbanyak saja. Saya ikut-ikutan menyatakan bahwa saya melihat sesosok nenek tua. Salah satu teman saya diminta trainer untuk menunjukkan bagaimana dia bisa menyatakan kalau itu gambar nenek tua? Dia menunjukkan sebab-sebab bagaimana dia memperoleh pemikiran itu dengan cara menunjuk bagian-bagian dari gambar yang mendukung pernyataannya dan saya melongo. Oh ya ampun, saya baru saja menyadari bahwa bentuk yang saya dan dia lihat dalam satu gambar tersebut berbeda. Kesimpulan yang berbeda pada gambar yang sama. Yang dia tunjuk sebagai hidung di gambar yang dia pikir berwujud nenek tua adalah bentuk yang saya lihat sebagai gaun pada wanita berbaju Victoria (kalau saya tidak salah ingat, yah pokoknya berbeda).
Namun pada waktu itu saya masih berpikir kalau kesimpulan saya yang salah dan saya masih saja mengikuti suara terbanyak, mendukung pendapatnya dan sebagian besar teman saya yang memiliki pandangan sama dengan si penjelas.
Setelahnya, trainer menjelaskan bahwa gambar itu bisa mempunyai interpretasi yang berbeda tergantung siapa yang melihatnya, bisa ada yang mengira cuma coretan tidak penting di kertas, wanita cantik bergaun, atau nenek tua seperti yang dipikir teman saya itu. Dan saya sadar sesadar-sadarnya ketika saya mengingatnya saat ini kalau saya telah menghianati diri saya sendiri waktu itu, dan juga hati saya, dan juga pandangan saya sendiri. Bahwa saya salah karena lebih memilih membela pendapat orang lain dan membunuh pendapat saya. Dan sudah berapa kali hal itu terjadi pada diri saya??? Entah. Karena satu-satunya yang saat ini saya ingat adalah momen itu. Mungkin cuma sekali itu, mungkin banyak kali saya pernah demikian.
Sekarang saya jadi bertanya-tanya, apakah saya saja yang melihat gambar itu sebagai gambar wanita cantik ketika pertama kali melihatnya atau adakah orang lain lagi dalam lingkup kelas kami? Orang lain yang entah diam ataukah berkhianat seperti saya dengan memihak pendapat orang lain. Orang yang juga membunuh paradigmanya sama seperti saya.
Inilah sebab kenapa ada artikel mencengangkan yang pernah saya baca di buku financial management mengenai pengusaha yang berhasil mengakuisisi dan mengubah suatu perusahaan yang merugi menjadi laba. Ketika kebanyakan pengusaha tidak mau ‘menyentuh’ perusahaan itu yang keadaannya sudah demikian terancam bangkrut, tapi dia melakukan tindakan sebaliknya. Yang terjadi kemudian perusahaan-terancam-bangkrut itu sukses di tangan pengusaha itu yang sayangnya mengingat kapasitas ingatan saya, saya lupa nama beliau. Dan berhasil mengubah defisit menjadi surplus. Karena dia tidak membunuh dan mempercayai paradigmanya serta tidak memberikan kesempatan pandangan orang lain akan mengkontaminasi pandangan itu, pandangan secara umum tentang kemungkinan perusahaan itu akan menghilang dari kiprah bisnis karena keadaan keuangan yang terancam bangkrut.
Dalam pertumbuhan kita dari kecil menuju dewasa, dari awal mula banyak dari kita yang teracuni dengan pendapat lingkungan yang umum terjadi sehingga menyebabkan kita jadi takut salah, takut berbeda, takut tidak diterima di lingkup pergaulan karena mempunyai pemikiran yang lain dari mereka. Dare to be different sudah dikampanyekan dimana-mana, di berbagai majalah remaja maupun buku pengembangan diri. Umumnya ditujukan untuk remaja yang masih mencari jadi diri (memang bahasa yang klise, tapi saat ini saya tidak mempunyai padanan kata lain).
Dan sisi yang paling menakutkan adalah, bukannya saya tidak membacanya… yah, saya membacanya dan mengerti apa yang ditulis disana. Yang ada dipikiran saya waktu itu adalah : asiiikk!! Saya bisa tetap hidup dalam kegilaan tanpa akhir ini, dalam tingkatan pemikiran saya yang setara dengan batu kali tanpa peduli pendapat orang lain! Pikir saya excited. Tapi ternyata saya tidak benar-benar mengaplikasikan jargon dare to be different ini dalam hidup saya, karena yang terjadi dalam kehidupan nyata adalah saya sering mengikuti pendapat orang lain dan merasa diri saya salah. Seperti ketika sesi self esteem yang saya dapatkan ketika ospek bersama trainer.
Saya tidak jujur pada diri saya sendiri, bukan sekali-sekali… meskipun tidak berarti selama-lamanya tapi saya sering melakukannya – ternyata, ini sungguh menyedihkan ketika saya mengingatnya kembali. Mungkin saat membaca tulisan saya ini, anda merasa pernah mengalami hal yang sama dengan membohongi pilihan yang kita buat. Tidak melulu dalam hal yang ‘sepele’ seperti halnya apa bentuk gambar di dalam layar, tapi juga banyak pilihan-pilihan hidup lain yang lebih percuma untuk mengikuti orang lain. Entah dalam hal memilih jurusan IPA/IPS ketika SMA atau memilih tempat dan jurusan ketika melanjutkan ke perguruan tinggi, dalam memilih pekerjaan atau bahkan dalam menentukan pasangan hidup? Implementasinya kita seringkali terpaku pada dogma yang sudah ada, semua serba diukur dengan tingkat penerimaan masyarakat dan lingkungan dimana anda berada dan tinggal.
Mungkin anda berpotensi di bidang seni, namun lebih memilih menjadi bankir karena faktor gengsi yang lebih tinggi di mata masyarakat untuk profesi bankir ketimbang seniman. Pernahkah anda berfikir bahwa yang terpenting adalah pendapat anda sendiri dalam menentukan pilihan? Pernahkah anda membayangkan berapa banyak kebahagiaan yang anda dapat dengan memilih sesuatu yang memang anda ingin pilih? Dan berapa banyak kerugian yang anda dan saya – yang juga sering membuang pendapat sendiri -- dapati karena ini? Saya dan anda tentu sama-sama tidak tau karena kita tidak bisa memutar ulang waktu dan mencoba lagi kemungkinan-kemungkinan itu. Kemungkinan lain yang berasal dari pandangan kita sendiri, tanpa takut salah. Kemungkinan lebih percaya pada pendapat diri sendiri yang telah kita campakkan begitu saja tanpa – mungkin merasa bersalah. Bukankah pada akhirnya semua bermuara pada diri sendiri...., YA TOH?
Postingan ini hadiah saya untuk diri sendiri, sebagai sesuatu untuk dibaca ulang ketika kebingungan akan sesuatu yang akan dialami pada masa mendatang. Dan untuk teman Blogger, atas nama persahabatan :)
SELAMAT HARI RAYA NYEPI BAGI TEMAN BLOGGER YANG TENGAH MERAYAKAN.
pertamaXX.....sblum KlimaXxx......... :D
ReplyDeletekedua, met malem .......
ReplyDeletenicepost.. serasa saya di semster satu... :D
ReplyDeletejadi kangen ikut platihan2 organisasi lagi.. da lama banget ga ikut yg bgituan.. lebih sering actions di jalanan... hheheh....
dalam mlihat sesuatu hal, kita harus melihat dari berbagai sisi.. dari depan, samping, atas dan bawah.... krena masing sisi mempunyai hal yg bebeda... jadi dari situ kita ambil kesimpulannya.... kejelian kita dituntut dalm hal itu.. jg PD tentunya.. hehehe.. dan belaja dari kegagalan... Sblum mengenal org lain.. kenalilah diri kita telbih dahulu...
yaaa... begitulah kura-kura....eh.. kira-kira.... cikidot... heheeh...
Kalau aku sebenarnya lebih berpotensi menjadi menteri tapi ternyata aku lebih cocok menjadi blogger. Hehehehehe...piss..
ReplyDeleteiya Nyin, bener. dare to be different. agak susah, karena banyak yg takut dengan pendapat orang lain.
ReplyDeletesaya ga tau jadi apa,,dulu maunya jadi geologist eh kuliahnya malah di IT,,akhirnya jadi blogger
ReplyDeletebetul nih mbak, semua ini tergantung dari diri kita sendiri mau jadi apanya. Nice post mbak :D
ReplyDeletewah seru ne mbak...terkadang keinginan dan kenyataan tidak berjalan seiringan tapi semuanya tergantung bagaiman kita menyikapinya hehe...
ReplyDeletesukses mbak!
salam kenal...
:-)
tapi aku malah sering melawan arus ik mbak, hehe...
ReplyDeletedan aku terlihat bodoh saat aku melawan dan salah...
mkashy mba buat postingannya... tapi elok engga selalu melulu ngikutin apa tanggapan masyarakat, malah lebih sering sebaliknya, ngelawan arus..
ReplyDeleteintinya kalau mau ngelawan arus, harus punya knowledge yang lebih, harus tau arus apa yang bakal di lawan.. biar punya tameng kalau lingkungan bakal menolak apa yang dilakukan...
be different is so cool... ^_^
Dulu saya juga gitu mbak,saya mengambil keputusan fatal,saya ngikutin anjuran bpk saya untuk sekolah teknik mesin,padahal hati saya di komputer. .Hehehe. .makanya sekarang saya berusaha untuk tetap teguh dengan pendirian saya,walaupun itu sulit.
ReplyDeleteThanks udah berbagi mbak.
Selamat pagi.salam takzim.Semoga hari ini semua narablogger yang hadir disini mendapatkan limpahan rahmatNya.Salam Yanti dan keluarga
ReplyDeleteterimakasih udah mau share...
ReplyDeleteyee yg diatas tu belajar berhitung ya...hiks, sy yg kesekian...hik hiks.....sejauh apa menjadi dirimu ?...sejauh mata memandang, sebanyak tarikan dan hembusan nafas, menjadi diri sendiri. bukan akhirnya sebagai individual yg anti sosial tapi tetap bekerja serta menjalin dengan lingkungan melalui ciri sendiri, walau kadang pihak lain tidak menerima, ya tak apa, resiko hidup.
ReplyDeletebetul. just be yourself. one more thing, kita memang berbeda dari yang lain, makanya kita 'ada'. jangan mau jadi yang biasa2 aja karena kita ga ada bedanya ama yang biasa2 itu :)
ReplyDeletehebat nyin,, ayo maju terus,,
ReplyDeleteini sangat mengugah dan memberikan inspirasi banget
setiap orang punya pandangan sendiri-sendiri dan kadang bila paradigma kita sudah rusak sekalipun kita tidak mau merubah mainsite-nya hanya karena kita takut menjadi berbeda -sometimes- lumrah sih, karena memang apa yang kita pikirkan kadang tidak sejalan dengan apa yang kita kerjakan selain karena gerakan yang bertentangan juga. halo anyin :)
ReplyDeleteAku Lebih sering DIaM diwaktu Itu..
ReplyDeleteMa'lum, Anak Kampong Masuk Kota Jakarta..hehe
setuju... kita harus barani berbeda dengan orang lain... karena pada kenyataan yang sebenarnya setiap orang memang memiliki jalan pikir yg berbeda..
ReplyDeletehehehe coba untuk lebih berani berpendapat yah an.. jadi inget kata dosen aku dr.ken SpA yang asli AS,orang2 kita masi sulit untuk berpendapat sendirian. masi ngekor suara terbanyak..;)
ReplyDeletewueehhh....blognya feminin dan girly abis...
ReplyDeleteketika kita harus memilih, biarkanlah Allah ikut berperan menentukan pilihan, maka kita dianjurkan untuk berdoa dan beristikhoroh, agar yang kita pilih mendapat restuNya yang InsyaAllah terbaik buat kita :)
salam kenal dari mbak Oyen
wooow, kuda poninya lucu ,hehe
ReplyDeletepercaya pada diri sendiri & jd lebih percaya diri :)
coba melihat dari sisi yang berbeda
ReplyDeletehitam atau putih
said the man's time is money
ReplyDeleteso just live what we do and be open to any criticism
setuju dgn komennya Oyen :) n emang kadang kata hati itu bener, namun kadang juga salah.begitulah hidup :)
ReplyDeletesaya juga sementara belajar menerima perbedaan nak
ReplyDeletebanyak yg aku harapkan dan rencanakan sering tak seiring dg kenyataan, apa harapanku aneh2 yah.... paling cuma pengen punya mobil mewah segudang doank heheh
ReplyDeleteEmang susah kalau keinginan dan kenyataan ternyata berbeda...
ReplyDeleteSory baru sempat mampir....
btw,... dik Munir panggil Nak?
ReplyDeletekalau gitu saya panggil Cu' deh...
keuren tulisannya nyin..
ReplyDelete'dare to be different' mungkin konteksnya ampir sama dgn 'outsider' ya.. hihihi..
paling nyaman menjadi diri sendiri, paling nyaman dan tak akan pernah merasa terhianati, emang sih, kadang kadang ngga kerasa kalo kita telah jadi orang lain, Anyin, kamu memberiku inspirasi baru :D, hati adalah pegangan kata,rasa ,asa dan akan dilakukan oleh raga :D
ReplyDeleteyang nyepi baru bisa komen besok :)
ReplyDeletewaaah,, kaykan anyiin dah tambah dewasa ni... :)
ReplyDeleteSetuju Nyin! Beranilah berbeda dari orang lain ketika kita yakin bahwa kita benar!
ReplyDeleteya itulah makanya kita harus jadi diri sendiri, klo kita punya pendapat beda ya harus diungkapkan, saya sendiri berusaha untuk itu makanya saya selalu posting hal2 yang terjadi disekitar yang tidak sesuai pendapat saya seperti di Cowok dilarang nonton sinetron, orang dewasa dilarang nonton anime..
ReplyDeleteada kebanggan tersendiri ketika kita mampu berpendapat dengan baik, tapi tetap kitapun harus menghormati pendapat orang lain yg berbeda dg kita
salam sobat
ReplyDeletesulit memang kalau ingin mengetahui sejauh apa diri ini,,
kunjungan perdana...
ReplyDeletesalam knl mbak nyin...
maaf ngga bisa komen lebih, coz blum bca postingannya..hehe...
iya nyin... aku juga ngerasa kaya gtu sewaktu sma... aku pilih ngasal aja IPS padahal aku ga tau kalo aku kuliah pgn jur SENI RUPA itu kan musti dari ipa....bego tolol bgt caca ga nyari2 informasi.... kecewa bgt waktu itu... tapi di jadiin pelajaran...
ReplyDeletebolehkah saya singgah dan sekedar menyapa...
ReplyDeletesalam knal...
:-)
krn kita tidak punya pikiran yg sama sehingga bisa berbeda dalam menilai sesuatu. tapi masalah orang yg jadi bankir ketimbang pekerja seni, itu masalah lain. kadang kebutuhan hidup mengharuskan orang memilih pekerjaan yg tak ia sukai.
ReplyDeleteaku juga pernah seperti itu, aku rasa apa yang aku lihat udah bener, tapi rupanya menurut orang lain itu kurang bener.
ReplyDeletemakin belajar untuk melihat sesuatu dari berbagai sudutl, itu yang saya usahakan.
halo dek anin......aq dateng lagi...maap yang kemaren yah hehehe.....nih mau ke mbah adbr dlu yah...met apa aja n sampe ketemu di fb lagi.....
ReplyDeletesemua kembali kepada diri kita.......
ReplyDeletemau jadi apa......???
yang namanya pilihan tentu suda siap menanggung segala konsekuensinya ya...
ReplyDeletemoga kamu nggak salah pilih nyin... heheehe
ReplyDeleteTerimakasih telah mengunjungi dan meninggalkan jejak di www.SekolahVirtual.or.id
ReplyDeletehallo mba, slam kenal...
ReplyDeleteperdana neh kesini,,
menikmati tulisan yg indah,,
sejauh aku masih bisa menjadi dir sendiri,hehhe..
salam, langitsenja
jg lupa berknjung yach,,
o yaa, follow ah, follow balik,kl berkenan..
^_*
berkunjung pada sahabat di malam yang gelap gulita dengan membawa salam hangat serta jabat erat selalu dari tabanan. aku gag merayakan Nyepi neng tapi aku menikmati keheningan nya :D
ReplyDeletehe-eh..bener-bener-bener sista..hiks..susahnya memilih kata hati sendiri...
ReplyDeletesbenarny blm baca sih apa isi blog ini, tapi diliat dari tampilan blog mantap coz!
ReplyDeleteshare donk!!
postingan ini buat saya juga loh...karena kadang saya bingung juga nentuin pilihan...h
ReplyDeletekalo saiia sendiri siy...
ReplyDeletejustru malah kebalikannya kak,
selama ini saiia cenderung egois dan lebih memilih tuk mengikuti apa yang ada di dalam pikiran saiia daripada pemikiran orang lain....
Resikonya banyak yang bilang kalo saiia egois,
Hm,prinsip saiia :
"Jangan takut menjadi diri sendiri!"
"Dan jangan takut dengan perbedaan!"
"karna dengan perbedaan itu sendiri hidup kita akan menjadi lebih indah dan gag monoton!"
:-):-):-):-):-)
kalau aq sich sejauh apa yg aq bisa aq lakukan u/ orang lain
ReplyDeleteItulah pardigma alias cara pandang, Nyin. Setiap kita memiliki perspektif terhadap realitas di luar kita. Dalam bahasa Peter L. Berger tentang dialektika masyarakat, bahwa proses yang terjadi di dalam siklus hidup kita adalah internalisasi, objektivasi dan eksternalisasi.
ReplyDeleteBahwa kita tidak pernah benar2 objektif dalam memandang sesuatu! Sebab, dalam proses objektivasi, siapapun tidak bisa meleaspakn dari kesadaran subjektifnya. Jadi tak ada yang benar2 objektif, termasuk pndanganmu tentang lukisan itu..
Salam...
wah rame yah...ketinggalan saya
ReplyDeletepostingan yang mantab mbak... makasih untuk pencerahannya...
ReplyDelete