Aku menatap tv dengan pandangan hampa. Rupanya bencana seperti artikel yang kita klik tombol submit, terus mengirimi kita email entah yang kita sukai entah yang tidak kita sukai. Kalau saja bisa memilih-milih varian mana yang kita inginkan, yang mana yang benar-benar sesuai dengan taraf yang kita harapkan.
Kalau saja Tuhan menyediakan kepada kita pilihan-pilihan itu. Semisal sudah diputuskan sebuah wilayah akan kena sebuah bencana, kita bisa memilih bencana apa, setinggi apa bahayanya. Tentu orang-orang dapat mensetting dengan kerugian yang minimalis, dan kerugian jiwa yang jumlahnya nol.
Rutin ada saja sentakan alam belakangan ini, di televisi entah sudah berapa daerah yang disiarkan mengalami kerugian harga tidak sedikit, atau kerugian akan kehilangan seseorang yang penting -- mengguncang jiwa. Yang meruntuti adalah aksi-aksi kepedulian di jalan-jalan, dikampus-kampus, dimana-mana. Semoga saja mereka ini tidak mencurangi nasib saudara mereka sendiri yang tengah berada dalam cobaan dengan menyembunyikan perolehan sumbangan untuk kepentingan sendiri.
Oh wajahku datar menatapi tenda-tenda pengungsian, tapi sebagaimanapun perhatian yang kucurahkan hanya sebatas saat itu saja, saat menatap wajah-wajah nelangsa mereka. Kepedulian singkat yang tidak berarti apa-apa, bagi aku. Aku tidak pandai menyelami bagaimana kira-kira perasaan mereka disana. Aku menyumbang sebatas karena merasa terganggu pada kadus-kardus yang ditadahkan. Tidak ada seorangpun yang tahu bahwa hematku mengatakan pengurangan jiwa seperti itu bagus untuk menghemat persediaan oksigen bumi sekaligus adalah jalan keluar bagi ledakan penduduk. Berita di televisi serasa sebuah tempat yang jauh sekali, tidak bersinggungan dengan aku. Tidak berhubungan dengan bagaimana aku menjalani hidup. Raut muka yang pedih itu segera hilang ketika aku menapaki urusanku sendiri, hidupku sendiri.
***
Seminggu setelah berita di tv, kota tempatku tinggal menjadi tidak lagi sama. Awannya pekat, tidak seperti awan yang biasa. Paling mau hujan... aku mengabaikan kekhawatiran-kekhawatiran lain. Kotaku baik-baik saja, aku baik-baik saja, tidak akan ada apa-apa yang berarti.
Meskipun pada akhirnya mendapati bahwa aku bukan peramal yang baik, dengan cuaca yang semakin memburuk malamnya. Hujan badai deras sekali. Hujannya, anginnya.. mencekam. Ketakutan menguar masuk ke indra penciumanku. Seolah sudah sangat dekat sekali dengan ketakutan-ketakutan lain. Maut. Berita di televisi tidak kunjung menenangkan kami, terus-terusan dilaporkan perkembangan sudah cukup banyak jiwa berjatuhan entah karena tersambar petir yang mengerikan hari itu atau tertimpa pohon yang ditumbangkan angin.
Aku tidak berani tidur malam itu. Atap rumah tempatku tinggal berkelotak terkena angin, tertempa hujan.. petir bukan main mengerikannya... lampu mati seluruh kota. Kami tidak berani tidur, Tina, Dian dan Sari serta aku berkerumun memenuhi satu tempat tidur.. berbagi selimut, berbagi ketakutan.
"Aku mau tidur saja," kata Dian.
"aku pasrah semisal memang harus berhenti menghirup udara nanti ketika sudah tidak sadar akan hidupku. Mengantuk sekali,"
aku menatap Dian, susah berkata-kata. Ketakutanku semakin nyata, "kalian saja yang tidur kita gantian terjaga. Aku yang dapat giliran pertama ya,"
Dian mengangguk, "Baik setelah itu aku," Kemudian mereka sama-sama memejamkan mata, meninggalkan aku dengan mata yang nyata terbuka.
Kemarin hal-hal begini hanya bisa kulihat di televisi. Empatiku benar-benar hanya seujung kuku. Aku tidak bisa merasakan sama sekali jiwa-jiwa yang tertekan itu. Aku masih memiliki banyak hal yang saat ini mereka miliki mungkin hanya sekitar seperempatnya saja. Aku yang satu hari sebelumnya masih sebagai individu pramanusia malam itu kembali memiliki hati yang entah kapan kuhilangkan kepekaannya. Hidup yang membawaku demikian. Dan benar bahwa kita tidak pernah tahu apa yang orang lain rasakan ketika kita tidak mengalami hal yang sama. Ingatanku kembali pada empat hari lalu, ketika aku mengelus pundak seorang teman yang kehilangan neneknya, "Tabah ya aku tahu rasanya.. sabar ya,"
Aku bohong. Aku tidak tahu rasanya. Anggota keluargaku semuanya masih lengkap.
Dan dalam derita yang sama, empati akan semakin besar.
Malam itu aku kembali pada pangkuanMu Tuhan, aku yang sebelumnya menganggap ladang simpati adalah kesia-siaan, basa-basi. Aku mohon redakan ini, biarkan aku menjalani hidupku lagi. Terlalu banyak hal-hal yang kulewatkan seumur aku Kau beri hidup. Wajah-wajah yang menderita itu.. aku ingin mengulurkan tangan kepada mereka langsung dengan sepenuh kekuatan yang ada padaku. Aku mohon, Tuhan! Aku merasakan tenggorokanku tercekat dalam sendatan tangis. Pertama kali, aku menangis karena wajah-wajah di televisi minggu lalu. Bukan diriku yang biasanya.
Di luar cuaca semakin buruk. BLAR! Satu petir menyambar sebuah pohon di luar rumah itu, yang langsung limbung menjatuhkan kayunya yang besar kearah rumah itu.
Hikmah :
1. Jangan menunda berbuat baik, ketika kita terus menundanya dan ingin berbalik. Seringkali waktu tidak bisa diputar ulang seperti halnya jam weker.
2. Hati yang keras adalah hati yang jarang disirami iman, hati itu akan menjadi hati yang kurang merasa (kutipan dari obrolan dengan seorang teman)
cermin ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp.
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam K.U.C.B
ReplyDeleteArtikel anda akan segera di catat
Salam hangat dari Markas New BlogCamp di Surabaya
setuju nyin...jangan menunda berbuat baik!!!
ReplyDeletecerita yang baguss!!! semoga bukan pengalaman pribadi ya nyin!!!
memang berbuat baik sebaiknya tidak ditunda-tunda, tapi segera dikerjakan
ReplyDeletesetuju nyin, tp kdg suka takut dibilang sok baik TT.TT
ReplyDeletewah ikut kontes yaaa, bagus banget aku setuju :D
ReplyDelete@bli jhoni, bukan pengalaman pribadi kok bli.. hehe bikinnya ini cepet cuma bentar... cuma keinget aja kapan kemarin malang sempat angin kencang tapi ngga ada hujan sih hehe
ReplyDeletesiiipppp nyn niat baik yang ditunda2 ujung2nya malah gak jadi
ReplyDeletekita cuma skali saja melewati sebuah jalan kehidupan,jadi ketika ingin berbuat baik segeralah lakukan cz gak mungkin bagi kita untuk putar balik
ya.. selagi masih dibukanya kran nafas dan denyut nadi..
ReplyDeleteaku setuju banget sama yang nomer 2.. apalagi yang nomer 1..
ReplyDeletewah lagi ikutan kontes yah? moga menang yah :D
ReplyDeletekeren dek, kujagokan menang :D
ReplyDeleteSaya sungguh tak benar2 tahu apa yang mereka rasakan dan sayapun terlalu takut untuk ikut merasakan itu. Rasa simpati dan ikut prihatin tampaknya juga hanya basa-basi bila tak ada sesuatu yg dilakukan. Bila dimungkinkan memutar waktu, saya hanya bisa berdoa agar bencana tak lagi menimpa saudara2ku....
ReplyDeleteMantab, keren.
ReplyDeleteaku takjub pada tulisan ini
ReplyDeleteSaya yakin masuk nominasi artikel ini!
ReplyDeletewah ikut juga ^_^...saat -saat terakhir......
ReplyDeleteIni kunjungan pertama Mbak...
ReplyDeletebenar sekali, jangan pernah menunda sebelum terjadi penyesalan,,, :)
saya jg sudah fllow blognya Mbak..
d follow balik iiaa..
salam kenal..
benar bgt..berbuat baik jgn ditunda sebelum terlambat dan kita menyesalinya....
ReplyDeletewaah, keren hikmahnya nda...
ReplyDeletemoga menang ya...
maka manfaatkanlah kesempatan selagi ada dan bisa, jangan menunda kalau bisa diulakukan saat ini juga, makasih pencerahannya
ReplyDeletesaat ada musibah, empati memang menjadi besar, penghiburan dan bantuan itu yang dibutuhkan mereka yang memang nestapa.
ReplyDeletebagus banget artikelnya, sukses di acara pakdhe ya :)
wah, ada pesan moralnya segala nin.
ReplyDeleteJangn menunda berbuat baik.....saya suka kata-kata ini....
ReplyDeleteKarena kita nggak tahu sampai kapan kita diberi kesempatan untuk berbuat baik :)
Sukses buat kontesnya :)
Ceita fiksi yang real dan sangat menyentuh....semoga saya bisa mengambil hikmahnya :)
ReplyDeleteSukses buat kontesnya yo Nind...! :D
ReplyDeletecerita yang baguss.. semoga jadi pemenang yaa... semangat.. n keep posting
ReplyDeleteWhehe betul itu, kalo berbuat baik jangan ditunda-tunda :D
ReplyDeletesukses trus ya...mudah2an menang..hehe
ReplyDeleteTerima kasih sherenya,
ReplyDeleteaku jadi ikut ngeri sekali membaca ceritanya.
tetep semangat ya, semoga kita termasuk orang yang beruntung.
Bali Villas Bali Villa
saya punya sebaris kalimat yg sampe saat ini msh saya pegang teguh:
ReplyDelete"Kalo bs dilakukan hari ini, knp hrs nunggu besok?"
mungkin kalimat itu berhubungan dgn hikmah yg terkandung dlm postinganmu sob...memang utk berbuat baik knp hrs menunda2.
hikmah yang sangat terasa.....
ReplyDeleteadakalanya kita memang harus seantiasa mampir ke dalam hati.bercengkrama dengannya.
hati harus selalu dijaga dengan iman.
agar lembut
dan tak membatu....
tulisannya bikin saya berpikir keras
ReplyDeletesemua yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh Tuhan YME
hikmah yang diuraikan mendalam
semoga kontesnya menang ya..
:), ini benar dan kesomongan selalu menjadi menang ketika hati kekurangan iman,
ReplyDeletetulisan yang bagus Nyin :)
good words...semangat!
ReplyDeletehikmah yang mendalam
ReplyDeletesemoga menang kontes ya
waaa..mulai menulis... hehe bagus an :) soal jgn menunda tuh bner banget kita g akan tau kpn kita mati ^^
ReplyDeleteayo semangat.......... Nin
ReplyDeletemalam mbak... sukses ya dengan kontesnya...
ReplyDeletemampir lagi ah :) *nunggu postingan yang baru*
ReplyDeletegud lak buat kontesnya yah ;)
ReplyDeletega bosen" liat blog ini....
ReplyDeletenice ...