pic taken from google |
Ketika berjalan hendak ke warung atau kemana saja, sering sekali seorang wanita berjilbab menyapa saya, "Assalammualaikum," Yang saya jawab dengan bahagia,"Wa'alaikumsalam warahmatullah..."
Sesuatu yang membahagiakan mengingat bahkan sesama muslim yang hendaknya saling sapa dimanapun bisa sangat mudah terkena 'penyakit' sungkan dan malu untuk saling menyapa.. seringnya cuma senyum atau bahkan tanpa interaksi apapun karena rikuh lantaran tidak saling kenal.
Ternyata kejadian seperti itu tidak selalu dialami setiap orang, bahkan teman-teman saya yang lainnya, yang juga berkerudung. Suatu hari selepas hari raya dan saya duduk bersama salah seorang sahabat saya yang berkerudung disekitar kampus, mengobrol... belum lama kemudian ada seseorang yang lewat dan mengambil arah jalan pulang, nampaknya sahabat saya ini kenal karena kemudian dia menyapa seseorang yang barusan lewat tadi, seorang wanita berjilbab berwajah ramah. Lantas keduanya bersalaman minal aidin wal faidzin, "Minal aidin wal faidzin ya, maaf sedikit terlambat," katanya dengan senyum. Saya yang duduk disebelah sahabat saya berbalas senyum, tanpa saya duga dia menyodorkan tangan juga kepada saya, "Minal aidin walfaidzin ya ukhti, afwan ya ukh terlambat," setelah bengong beberapa detik saya senyum dan bilang, "Eh ngga apa-apa kok," kemudian dia berpamitan pulang. Dan sahabat saya mengeluh kesal, "Kok nyalamin kamu dan nyalamin aku beda ngomongnya?? Padahal kan dia sekelas sama aku..."
saya : hehe *ketawa bingung*
Bukan cuma itu saja, komentar di blog saya juga ada saja yang membahasakan ana dan antum dan penggalan-penggalan bahasa arab yang lain... serta wall-wall yang menggunakan bahasa-bahasa arab. Entah mungkin dikiranya saya bagian dari organisasi tertentu atau bagaimana. Seorang teman kuliah pernah mengirimi wallpost pada saya di mukabuku, yang karena barang satupun yang dia tulis dalam bahasa arab saya ngga paham artinya maka saya jawab dengan kromo inggil bahasa Jawa saya pikir dia juga pasti ngerti karena orang Jawa juga. Saya ngga tergabung dalam organisasi apapun, meskipun nyaman sekali kalau sudah bertemu dan berbincang dengan saudara-saudara yang 'seiman', seumur sekolah saya selalu masuk sekolah umum dan ngga pernah di sekolah khusus Islam seperti MTs dan lainnya... maka saya juga ngga fasih bahasa arab... saya ini warga negara Indonesia, suku Jawa... mengajak saya berbincang dengan kedua bahasa tadi, saya bisa lancar, bahasa yang lain... mohon maaf kalau saya kurang menguasai... sementara bahasa Jawa saja berbeda daerah vocabnya bisa berbeda, satu kata beda makna. Bahkan Jawa Timur dan Jawa Tengah juga berbeda.
Saya sering mendapat perlakuan berbeda dibanding teman-teman yang dekat dengan saya sehari-hari... selain sapaan-sapaan salam, saya juga sering dipanggil dengan kata 'ukhti' yang berarti saudara perempuan, sama artinya dengan sista atau sister atau seperti itulah yang sejenis, sementara itu ngga semua orang juga mendapatkan panggilan yang sama dengan yang saya terima.
Mengapa saya merasa ngga nyaman dengan apapun yang mengarah kepada saya dengan kata antum dan ana atau yang lain, percakapan-percakapan yang dibicarakan dan lain sebagainya... adalah karena bagi saya sangat aneh saja kalau kita berbicara pada percakapan sehari-hari dengan bahasa arab yang sepotong-sepotong. Sama halnya dengan ketika kita berbicara cara seperti ini: You mau nemenin I'm beli sate ngga? Agak jauh sih, so sorry... soalnya I ngidam makan sate disitu bumbunya enak deh, you juga mesti nyoba ditanggung pendapat you sama kayak I.
Kan lucu ya, berbeda dengan kalau semua kalimat diatas menggunakan bahasa yang sama.
Lagipula, selain lucu.... apakah gaya percakapan seperti itu menambah pahala kita?? Apakah membuat kita semakin dicintai dan mencintaiNya? Apakah dengan begitu kita akan berubah semakin bertambah mulia di mataNya?
Apa sebenarnya yang dicari dengan mencampur-campur seperti itu dan membedakan tujuan penggunaannya? Apakah hanya untuk eksklusifitas agar orang tahu dengan bahasa yang seperti itu kita akan dinilai 'alim' anak rohis dan sebagainya? Karena jika benar begitu akan mendekatkan kita dengan sesuatu yang lebih pada prestise ketimbang hasil.
Kawan, eksklusifitas akan menjauhkan kita dari tujuan berda'wah. Yang ada, dengan demikian akan menjauhkan kita dari orang-orang yang ingin kita rangkul.
Yuk, tanya deh hati kita....
Benar Mba, kita orang Indonesia. Dan lebih baik kita melestarikan budipekerti bangsa kita yang lebih dekat ditelinga dengan masyarakat kita sendiri.
ReplyDeleteSalam
Ejawantah's Blog
sudah mbak dinikmatin aja,
ReplyDeletemungkin wajah mbaknya rada kesana2an kali
hehe
nikmatin aja mbak
dinikmatin
yang pentng tali silaturahmi tetep terjaga
salam dari saya
ehehe :D
saya juga bukan orang arab tapi saya senang bergaul dgn komunitas islam (myquran.com)
ReplyDeletesaya jadi tahu apa itu ikhwan, akhwat... kata yg paling saya suka adalah "afwan" yg bisa berarti maaf/terimakasih
intinya saya suka krn terkesan sopan, ketimbang memakai bahasa campur aduk (indo, betawi, english)
*jadi curcol deh :D
Dikira Arab? Btw Ninda, kalo lebaran aku gak ngucapin minal aidzin wal faidzin lagi tapi taqobballallahu minna wa minkum...
ReplyDeleteCantik dong wajahnya kayak Arab...
Mantap mbak, saya kok malah jarang dapet yang seperti itu. di kampus aja, yang notabene kita belajar bahasa inggris nggak selalu pake ini bahasa (tergantung di mana kita menempatkan diri pada situasi dan keadaan). saya suka cara mbak menilai, bener juga; ngrasa aneh kalau ngomongnya sepotong2 gitu ...setuju
ReplyDeletemereka menyapa seperti itu mngkn krn ninda terlihat sangat religius dgn balutan busana muslimah yg bagus sekali,tertutup dan sangat muslimah. bukti respect mrk thp ninda...tp kalimat terakhirnya mba ir suka ....hrsnya mengeksklusifitaskan diri ? menurut mba ir,... tidak perlu.
ReplyDeletebiasanya orang sering memgatakan seseorang mirip bangsa lain bila melihat wajahnya. Namun saya juga pernah mengalami hal yang sama, saya dikira orang Malaysia karena sering menggunakan campuran bahasa Inggris-indonesia di postingan saya :D
ReplyDeleteSalam kenal mbak :D
Kalau Mbak jujur akan menolak tegas, kalau ada yang memanggil ukhti, nggak tahu kenap yah?
ReplyDeleteTapi baca tulisan Ninda, meskipun yakin tulisan ini serius, Mbak senyum2 sendiri.
Mbak juga sering dianggap dari golongan2 tertentu.
Eh, tentang I dan You, di Malaysia perbincangan sehari2 di kantoran dan kampus githu lho, Nin. "I suka lah kakan kat kedai Mamak tu. U nak tka kita pegi sana?"
Itu biasa banget :)
Btw, buku dah kelar, Nin. Bentar lagi terbit. Cover udah dikasih lihat ke Mbak, sayangnya revisi sekali doank, Mbak posting di multiply, khusus teman dibantai habis2an. Terus, revisi dari penerbitnya sekali doank. Hasilnya :( Hiks... Kurang memuaskan
Itu yang saya rasa juga. Pengalaman disalami dg cara yang berbeda, saat saya duduk berdua dengan sahabat saya yang jilbabnya "berbeda" dengan yg menyalami. Agak sedih dan kecewa..
ReplyDeleteTapi mencoba memahami, itu sebatas kebiasaan saja, entah dari sisi psikologi yg merasa bangga dengan pemakaian kata2 itu, spt halnya dlm english, belanda (eke & ye), yang tentunya menurut saya perlu disesuaikan lagi.
Setuju dengan kesimpulan ninda, pembedaan2 malah membuat batasan sendiri dalam mendekati saudara2 seiman yang beragam. :)
setuju bangeeeet....... dalam hal ibadah, mau agama manapun, ga bolehlah sok eksklusif gitu.... :(
ReplyDeleteKalo di sekitar ku biasanya anak anak Rohis yang sering menyelipkan beberapa kata dalam bahasa arab gitu di percakpan sehari-hari. Tapi kalo kata ane anak kaskus sering juga sih hehehe
ReplyDeletedakwah paling bagus memang dengan sikap bersahabat dan tanpa mengajak secara langsung. tapi buatlah orang tertarik dengan kita.
ReplyDeletekayaknya sih...
Aku juga sebenarnya kurang nyaman juga dipanggil begitu, menurutku rada kaku. Tapi ya gak mungkin juga aku protes cuma gara2 itu,hehhe
ReplyDeletesetuju mbak hehe dakwah juga harus gaul..
ReplyDeletesemacam ini dulu saya temui ketika SMA. karena di SMA saya termasuk kental agamanya, jadi memanggilnya ikhwan dan akhwat. kata-kata seperti afwan, syukron, dan jazakallah udah umum dipake.
ReplyDeleteasik-asik aja sih selama lingkungan mendukung. tetapi ketika dipake ke orang lain yang nggak ngerti jadi berasa aneh
Panggilan2 yang digunakan untuk "menghormati" orang lain atau diri sendiri?
ReplyDeleteBahasa arab dianggap mempunyai efek santun/alim. Tapi dalam aplikasi keseharian yang tak tepat berefek samping membuat "garis" yang mengkotak-kotakkan.
anin dodol, itu orang ga maksud nganggap kamu orang arab. itu sudah biasa dilakukan kalau mereka merasa muka dan dandanan kamu familiar (biasanya mereka memang langsung akrab begitu kalau ketemu dengan sesama mereka yang cara jilbannya sama - i mean, jilbab lebaaaarrrr). mereka suka panggilan ukhti karena (bagi mereka) sopan dan sangat bersaudara.
ReplyDeleteperasaan yang kamu rasakan itu sama dengan aku kalau dipanggil "cece" pas ke mall. mereka kira saya orang China.
saya sama canggungnya kaya kamu pas dipanggil "ukhti". berasa... "ih, itu bukan identitasku, tahu!"
tapi kalau memikirkan "maksud" sebenarnya mereka, saya jadi memaafkan, soalnya niat mereka baik, ingin mengakrabkan diri. walau kadang berasa "sok tahu betul ni orang, saya bukan orang china". wkwk... dan tulisan saya jadi tambah panjang... :p
soal ekusifisme dan inklusifisme, balik lagi ke waktu aku beberapa tahun yang lalau ketika menganggap muslimah yg berjilbab lebar adalah bentuk dari ekslusifisme, namun seiring waktu berjalan ternyata aku menyadari bahwa berjilbab lebar adlh tuntunan agama islam, dan stlh saya menjalaninya sendiri saya sedikitpun tak pernah meletakkan diri saya sebagai ekslusifisme. dan soal sapaan pakai bahasa arab, sekali lagi bukan bentuk ekslusifisme namun adlh satu bentuk kecintaan kita pd bahasa arab yang nota bene merupakan bahasa Al-Qur'an. Wasallam, blog yg menggugah dan penuh makna.
ReplyDeletemungkin bahasa arab yang sepenggal2 itu lebih ke identitas aja kali ya? (identitas kelompok/organ).
ReplyDeletesyukur juga si, kalau kamu diperlakukan dengan sopan dan baik-baik. kalau digalakin gara2 berjilbab gimana hayoo?
@mbak ami, muka saya jawa sekali kok... jadi bukan karena wajah.. melainkan karena kerudung panjang yang saya pakai
ReplyDelete@mbak bintu sepertinya agak salah mengerti maksud saya.... berkerudung panjang bukan sebuah eksklusifitas... iya benar sekali, selain memang tuntunan juga membuat kita wanita lebih aman dan lebih nyaman... kecintaan dalam bahasa arab boleh2 saja.. namun ya itu tadi yang saya tulis, karena penggunaannya tidak semua muslim menerima perlakuan yang sama akan terjadi pengelompokan-pengelompokan, selain juga menimbulkan prasangka, itu kurang baik untuk merangkul orang lain untuk lebih dekat padanya (dakwah)... seperti itu mbak..
ReplyDelete@annesya, weh depa salah paham, maksudnya bukan sekadar bukan identitasku dsb, tapi masalah yg lebih besar lagi dari itu... ngelompok2in orang karena tanggapan yg diberikan ngga semua orang nerima... yang nantinya selain bisa bikin prasangka juga pertanyaan : kenapa? seolah membangun tembok eksklusif dengan orang lain.. sesuatu yg baik perlu disebarkan, tentu saja dengan pembauran... dan seperti itu tanpa disadari akan mempersulit tujuan mereka sendiri.
ReplyDeleteooh gito toh maksudmu...
ReplyDeleteada juga yang sok eksklusif kaya kau bilang sih nin.
tapi mungkin krn aku banyak ketemu dengan anak2 berjilbab lebar yang ga sok eksklusif.
mereka sering pakai panggilan "ukhti" ke sesama muslim. bahkan ke aku yang ga jilbaban.
katanya: karena sesama umat muslim bersaudara, begitu...
saya juga tanya: kok, tapi pakai bahasa Arab sih?
jawabnya: kalau dipanggil "hai,kau, saudara perempuanku!", kepanjangan dan berasa lebay. jadi dipanggil ukthi aja, singkat, sopan, makna tersampaikan.
aku sih suka dipanggil begitu, itu tandanya dianggap saudara :p
Saya setujuuuu bgt sm postingan ini. Saya selalu heran sm sesama saudara muslim yg sering menyelipkan kata2 Arab. Padahal bhs Arab itu kan bukan cuman bhs orang islam. Buktinya org iran, org irak, mesir yg non muslim, tetaplah mereka pake bhs Arab. Khotbah di gereja juga pastinya bhs Arab. Jd, knp harus diekslusifkan mjd bhs golongan tertentu?
ReplyDeletesalam kenal,
Dytia
nin aku mau doain skripsi mu lancar aja yah..mau komen dipostingan baru di closed :D
ReplyDeletesemangad yooo ^^
klo msalah orang arab ini,yang penting jadi diri sendiri aja *eh nyambung ga sih* *dikeplak sama anin :p*
begitu kaya pengalamanmu dan pemikiranmu nyin..:)
ReplyDeleteperasaan udah komen koq nggak muncul sih yaaa >.<
ReplyDeletebtw, yang baru, juga diclosed kotak komennya.. aah jadi gondok deeh. hahahahhaa
sama mbak. dulu pas SMA temen2 saya yang Rohis khususnya kalo ngomong suka pakek kata2 antum, ente, ane . dan saya sebel kalo ngomong sama mereka. bukan berarti saya antipati sama bahasa arab. tapi gak pas aja
ReplyDelete-_-
ukhtiii... XD
ReplyDeletehehe
saya jg sering dipanggil akhi dulu. duluuu... XD
Setuju sekali sama pendapat mbak penulis, suka risih si kalo dipanggil ukhti "pdhl muka saya ga ke arab2an dan Ga alim bgt" apalagi kalo lagi ngobrol sama tmn yg sudah berhijrah mereka jd menggunakan kata antum ana afwan dsb jadi kaku aja rasanya,, tapi saya blas aja pake basa jawa alus, toh sama saja menurut saya santun juga, saya punya teman hafidzoh 30 Juz kalo ngobrol malah pakainya bahasa jawa alus, tp tmn saya yg sudah berhijrah blm lama ini jadi menggunakan kata2 bhs arab diselip2in dalam perkataanya kdg suka ga faham artinya apa. apakah dg itu pahala bisa bertambah, toh klo misalkan biar santun sesama org jawa bisa kok menggunakan basa jawa yang alus kaya kulo, penjenengan, mboten, sampun, dsb.
ReplyDelete