Saya bertanya-tanya sendiri ketika harus berada dalam burung besi melintasi langit, mengawasi bintang-bintang bumi bertebaran ketika saya memutuskan untuk melakukan perjalanan malam.
Perjalanan malam selalu berhasil membuat saya berpikir banyak. Dan rumit. Entah apakah memang sedemikian rumit atau sayalah yang memperumit diri sendiri.
Saya masih begitu menyukai perjalanan malam, meskipun perjalanan siang dengan mendung juga lumayan menarik. Dimana-mana memang musim hujan.
Pulang yang kali ini juga berbeda lagi dengan pulang-pulang yang kemarin. Padatnya bandara ibu kota sehingga sudah susah membedakan apakah benar ini bandara ataukah stasiun kelas ekonomi.
Pulang.
Pulang yang kali ini tanpa macet. Ibu kota sepi ditinggalkan mayoritas penduduknya yang pendatang.
Siapa yang tidak suka dengan gagasan pulang?
Siapa?
Nyaris tidak ada yang tidak suka, meskipun mengarah ke tempat-tempat yang berbeda.
Saya pun demikian meskipun ada rasa tidak nyaman. Tapi juga ada magnet rindu yang menarik-narik saya dengan kuat, meskipun saya enggan. Tarikan yang sulit untuk dilawan.
Pulang yang kali ini kenangan saya berserakan dan menanti untuk dipunguti. Berantakan. Sama seperti kepala saya yang terasa kusut karena menemukannya teronggok tidak teratur. Bingung harus saya buang atau saya punguti lagi dari awal dan saya rapikan.
Selama ini dunia selalu bersikap kurang ramah pada kapasitas ingatan saya akan kenangan. Terutama yang menyesakkan setiap kali diingat.
Pulang bagi saya adalah memunguti kenangan yang berserakan, bukannya seperti charging energi untuk menghadapi hari berat kedepan seperti sebagian orang.
Tangan saya menyambar koper di baggage claim dengan lelah. Saya pulang. Meskipun tetap butuh kesabaran untuk meneguhkan niat tersebut. Saya pulang, sebenar-benarnya pulang.
Dan semoga segala hal berjalan dengan baik-baik saja
~
jadi kangen rumah :'(
ReplyDelete