pic from here |
Belasan tahun yang lalu, saya cuma anak kecil yang menatap kota tetangga dengan takjub
Menatap bangunan-bangunan tinggi dengan langit kelabu
Menatap dari jendela mobil betapa malam bisa sedemikian cantik karena gedung-gedung bersinar itu
Karena jalan-jalan yang padat akan lampu
Bahkan beberapa tahun ketika usia saya sudah lebih dewasa saya masih menganggapnya sebuah keindahan
Belasan tahun yang lalu, saya cuma anak kecil yang terobsesi dengan tangga dan eskalator
Saking jarangnya kedua benda itu berada dalam sisi harian hidup saya yang berada tenang dan sederhana dalam kota yang lebih kecil dan lebih tidak hingar bingar
Kota kecil yang kalah cantik di waktu malam, meskipun langitnya sedemikian biru jernih tepat seperti gambaran langit yang saya lukis dalam buku gambar sewaktu sekolah dasar
Saya menatap seluruh tata kota itu dari kaca mobil sambil berpikir banyak, pemandangan dari kaca mobil itu membuat saya takut dan antusias, kota ini begitu besar dan saya begitu kecil
Bagaimana jika tiba-tiba saya tersesat didalamnya?
Anak kecil dengan imajinasi besar yang tanpa sengaja sepulang sekolah justru menonton paket film anak tiri yang disiksa orang tua, pergi meninggalkan rumah kemudian tersesat.
Belasan tahun yang lalu, ketika lewat ataupun mampir dalam kota itu saya tidak pernah terpikir, tidak juga pernah membayangkan bahwa kamu tinggal disana. Bahwa untuk sesaat kunjungan itu, kamu bisa saja begitu dekat. Atau kita berjalan berpapasan seperti umumnya orang asing lewat.
Jawaban dari banyak pertanyaan, jawaban dari do'a-do'a.
Waktu itu saya tidak mengerti, bahwa belasan tahun kemudian saya akan menyebut kota asing itu dengan sebutan baru : rumah.
.
Ahh, mirip saya mbak... waktu kecil saya juga selalu takjub melihat kerlap-kerlip lampu saat kebetulan sedang dalam perjalanan ke kota... saya terobsesi pada hingar-bingar kota, dan ternyata itu menjadi bagian dr doa :)
ReplyDeleteTime changed
ReplyDeleteLife changed
Home changed. hihi
sama. dulu juga aku tinggalnya di daerah pinggiran
udah 9 tahun ini tinggal di padang sama keluarga
tapi kadang-kadnag masih ngerasa padang bukan rumah aku wkwk
Rumah memang selalu jadi ngangenin tiap kita bepergian
ReplyDeletepopong juga ga nyangka bisa nerbitin tujuh novel. rasanya dulu nembus satu penerbit aja sulit. kenal sama editor keliatan keren. sekarang mah punya kontak mereka di bbm. alhamdulilah ya...
ReplyDeletemak, ketek pong gatel
Hi Nyin apa kabarnya ? masih aktif ngeblog ya hehehe
ReplyDeleteDan tidak ada yang tertukar apapun dari Tuhan, kunjungan sesaat itu skenarionya takdir ya mbak hehehe
ReplyDeleteWktu dulu saya selalu terpesona sama kerlap-kerlip lampu di malam hari pas di kota #CahNdeso
ReplyDelete