SOLILOKUI MANUSIA COMFORT ZONE

Sudah Oktober. 

Tanpa terasa. Oktober adalah awal dari semua rencana besar saya untuk langkah selanjutnya, sampai hari ini belum ada kabar baik yang saya nantikan. Jadi plan B yang sudah sejak lama direncanakan dengan harapan tidak jadi dijalankan tersebut rupanya tetap harus dimulai. Hanya menanti waktu yang paling tepat.

Takut?

Sangat.

Saya adalah contoh dari manusia comfort zone yang takut melangkah ke area kurang aman, atau kurang nyaman. Apalagi harus kembali ke titik awal dari semua ini bermula, kembali ke diri saya yang sebelumnya. Kembali pada kekhawatiran dan harapan saya yang sebelumnya.

Seorang sahabat meyakinkan saya bahwa, insyaAllah segalanya akan dimudahkan. "Niatmu toh baik," katanya.

Iya, aamiin.

Kenapa meragukan Allah setelah sebelum-sebelumnya Dia selalu membantu saya bahkan disaat kesulitan ekonomi pasca kelulusan?

Sementara bahkan kondisi saat ini lebih baik dari saat itu.

Semua orang menghadapi hidupnya dengan kondisi yang berbeda dan kesulitan serta kemudahan yang berbeda.

Saya, sebagaimana yang lain mungkin harus terus mengingat filosofi hidup dan cobaan.

Bahwa kita adalah jembatan yang menghubungan dua tebing curam dan kemudahan atau kesulitan itu adalah cobaan berupa apapun yang lewat diatas kita. Namun ketika jembatan itu runtuh, sungguh bukan salah muatan yang lewat diatas kita, karena sungguh Allah tidak pernah menimpakan kesulitan lebih dari kemampuan kita.
Mungkin kita ini sajalah yang dengan sendirinya tidak mau menjadi kuat, tidak mau menguatkan diri.

Demikian.

- Solilokui seorang manusia comfort zone, saya.