Saya menyadari bahwa saya pun mengalami banyak perubahan di dalam prosesnya, saya jadi lebih banyak ngobrol sejak hidup di kota orang dengan orang-orang terutama orang-orang yang sering berinteraksi dengan saya, ibu-ibu penjual nasi pecel langganan, mas-mas penjual bubur ayam atau sepasang suami istri penjual pecel ayam dan ati ampela.
Ketika masih dalam masa skripsi, saya sudah mulai merasa harus berhemat dengan cara memasak sendiri. Sebelumnya ketika memasak hanya kalau ingin saja sudah berubah menjadi kebutuhan. Setiap hari harus memasak terlepas dari selelah apapun kondisi saya demi berhemat. Saya tidak memiliki kendaraan pribadi di kota rantau sehingga untuk kemanapun hanya mengandalkan berjalan kaki dan kendaraan umum sehingga tidak mungkin untuk sering pergi ke pasar.
Ada toko kelontong yang bisa saya capai dengan berjalan kaki dengan lokasi yang tidak jauh dari kos. Ibu pemiliknya selain menjual apapun di toko kelontong seperti barang kebutuhan sehari-hari juga menjual aneka macam jus. Saya yang penggemar berat telur ayam kampung (karena lebih enak dan pernah ada kejadian di masa kecil yang membuat saya lebih suka telur ayam kampung ketimbang telur ayam negeri), tempe dan sayur-sayuran setiap hari mampir untuk membeli dan memesan.
Padahal si ibu tidak pernah menjual telur ayam kampung sebelumnya, namun karena kasihan pada saya yang nyariin telur ayam kampung setiap kali mampir maka beliau selalu menanyai saya apa besok saya mau ayam kampung? Si ibu membelikan titipan saya setiap kali saya menjawab ya, padahal bisa saja besok dan besoknya lagi berhalangan hadir. Si ibu juga selalu menyisihkan tempe sebanyak satu kotak seperti yang saya selalu beli untuk belanjaan saya. Oh ya saya sering belanja sore atau siang, sementara sebelum saya sering belanja ke toko kelontong ibu ini biasanya pagi-pagi dagangan tempe si ibu selalu sudah habis.
Pun ada mbak-mbak pemilik minimarket tidak jauh dari kos saya, saya sering belanja sarden atau ikan tuna disini dan sering menanyakan mengapa kaleng sarden yang gampang dibuka selalu cuma sedikit jumlah dan pilihannya. Sarden adalah salah satu menu favorit saya, yang gampang dan hemat. Satu sarden dibawah 10,000 harga waktu itu dimasak dengan tahu dan tempe bisa untuk makan lebih dari sehari. Dari situ saya jadi sering ngobrol setiap mampir beli sesuatu.
Harga di minimarket milik mbak ini bukannya lebih murah, harganya bersaing kok. Namun setiap kali saya beli sarden kesini, saya selalu bawa tempat makan kecil. Dan mbaknya dengan senang hati membantu membukakan dengan alat pembuka kaleng miliknya karena tahu saya tidak punya alat pembuka kaleng (kemahalan buat saya waktu itu untuk beli sendiri). Bahkan mbak itu sampai beli alat pembuka kaleng karena tahu apa yang terjadi antara saya dan kaleng sarden yang tanpa kait pembuka. Menjelang keberangkatan ke Jakarta saya sempat berpamitan dengan si mbak, namun sayang belum sempat pada ibu pemilik toko kelontong karena toko ibu ini tutup, penyebabnya saya lupa... kalau tidak salah ada anggota keluarganya yang sakit. Ah semoga mereka sehat dan bahagia dengan keluarganya.
Sebenarnya masih banyak sekali cerita-cerita lain mengenai pemilik-pemilik usaha yang berbaik hati pada saya selama ini, namun kalau diceritakan semua nanti blog post-nya jadi mirip novel. Oh ya yang masih belum lama ini saat saya di Jakarta, penempatan kerja... ada penjual jus buah dekat kantor yang menjadi langganan. Bapak-bapak tua, beliau selalu hapal dengan pesanan saya yang itu-itu saja dan selalu super ramah pada siapapun pembelinya, bahkan pembeli yang annoying beli jusnya dengan cara teriak-teriak dari mobil, tidak mau keluar setelah minum dan habis juga manggil-manggil minta gelas kosongnya diambil dan dibuangin sama si bapak.
Bapak ini juga sangat tepat waktu untuk beribadah sholat di masjid tidak jauh dari beliau berjualan. Hingga tidak jarang ketika saya pulang dari kantor pukul 7 malam lebih sedikit dan ingin membeli jusnya, bapak itu belum pulang dari masjid. Sungguh hal yang tidak semua orang mau lakukan, meskipun di usia senja. Sering bapak itu bertanya apa saya tidak pulang kampung? saking sering saya beli jus bahkan diwaktu hari libur. Saya ketawa dan bilang belum ada waktu libur padahal dalam hati karena berat diongkos :D Si bapak kabarnya kurang enak badan selama sekitar satu bulan lebih sehingga saya tidak lagi bertemu beliau di gerobak jus buahnya, selama itu saudaranya yang menggantikan beliau berjualan sampai saya akhirnya meninggalkan Jakarta.
Saya rasa banyak sekali macam rezeki yang kita peroleh tanpa kita sadari benar, bahwa rezeki bukan cuma berbentuk uang maupun jabatan namun rezeki juga adalah kesehatan serta kesempatan untuk bertemu dan mengenal orang-orang baik. Bagaimanapun sikap baik hati dan ramah berpotensi untuk menular dan memberikan dampak yang positif bagi penerimanya.
Ngomong-ngomong, kok saya jadi ingat buku tabungan BTPN saya yang sudah cukup lama saya miliki. Awalnya karena sahabat saya yang bekerja di bank tersebut, saban hari tidak pernah lelah mengajak saya membuka tabungan di BTPN. Sampai akhirnya saya nyerah dan membuat setoran awal untuk membuka rekening. Sampai sekarang pun saya masih transfer sebagian rezeki ke rekening tersebut, ternyata betah juga. Yang membuat saya betah menjadi nasabah bank ini adalah kemudahannya untuk bisa transfer ke bank manapun dan tarik tunai dari ATM bank manapun tanpa biaya tambahan. Belum lagi laporan saldo saya yang selalu dikirim rutin via email per bulannya sehingga saya jadi tahu berapa tepatnya jumlah saldo tabungan saya secara update.
Lho, ada hubungannya?
Iya, saya menjadi nasabah BTPN sampai sekarang adalah karena alasan-alasan tersebut, namun terus terang saya baru tahu mengenai program BTPN Menabung untuk Memberdayakan. Yang dimaksud dengan program tersebut adalah dengan menabung di BTPN, kita juga ikut memiliki peranan dalam memberdayakan pelaku usaha mikro dan kecil. Sementara selama sekitar 9 tahun lebih hidup merantau banyak sekali pemilik-pemilik usaha mikro dan kecil yang saya temui, yang tidak hanya membantu saya dalam kehidupan sehari-hari sesuai jenis usaha jual beli barang / jasa mereka namun bahkan lebih dari itu... baik hatinya bikin saya nggak bisa lupa.
Berikut ini saya nyobain simulasi program menabung untuk memberdayakannya bank BTPN. Tapi ini kok umur saya jadi 27 tahun ya... padahal baru kemarin 26 hehe... *sensitif umur* Oh mungkin karena ini terhubung dengan akun facebook saya kali ya... ya nggak sih? Hahaha.
Yang jelas simulasi ini menunjukkan bagaimana tabungan yang saya simpan selain baik untuk investasi saya dimasa depan juga turut serta dalam pertumbuhan usaha kecil dan mikro di Indonesia. Kalau gini kan jadi makin semangat nambahin saldo rekening :D
pemilik usaha harus ramah kepada pembelinya.. an masih blom punya pembuka kaleng? mau dikadoin kah? hihihi
ReplyDeletetapi nggak semuanya baiknya bangetbanget kan ya mbak :D udah punya dong ahhh sejak mule kerja hahahhaa
DeleteDulu di dkt kantorku jg ada ibu penjual nasi Dan lauk pauk. Tiap akhir bulan kita kesana buat makan siang. Karena dilayanin/diambil in mau pake lauk apa aja, saya Dan teman2 senasib setiap Kali mau pilih lauk, pasti nanya ke ibu itu, "bu, kalo pake itu jadi berapa? Trus kalo ditambah itu jadi berapa?"
ReplyDeleteSi ibu cuma senyum aja, sembari bilang, "ya sudah, mau makan pake apa saja? Pilih aja dulu, bayarnya nanti kalo udah gajian juga gpp"
Langsung terharu loh. Eh tapinya kita ga pernah ngutangin kok ke ibu itu, ya makan aja secukupnya uang di Kantong.
Iya yah ternyata banyak orang baik di sekitar kita :')
critane dowo tenan nin.. #terharu..
ReplyDeleteuang kita jadi lebih bermanfaat ya mba..:)
ReplyDeleteKebaikan itu laksana ranting pohon ya @nind.. slalu berlipat-lipat balasannya.
ReplyDeletecopas dikit mas:)
ReplyDeleteDuuh, tega bener pembeli yang yang pakai mobil itu,Mbak...btw, gak bosah tah, Mbak, bel jus yang itu itu saja :p
ReplyDeleteanak perantau memang musti pintar-pintar kelola keuangan ya mbak... selamat ya untuk kemenangannya :)
ReplyDelete