"Jadi gimana, setelah nikah?"
"Gimana apanya?"
"Lebih seru nggak dunia setelah nikah? Seruan mana sama sebelum nikah?" tanya seorang teman.
"Bener nggak sih bikin nyesel kenapa nggak dari dulu aja nikahnya?" tanya teman yang lain.
Saya sering banget dapat pertanyaan serupa dari teman-teman yang masih single.
Kalau ditanya seruan mana sebelum menikah dan sesudah, saya jadi bingung. Dua-duanya sama-sama seru kalau perbandingannya soal kehidupan keduanya. Single itu jelas menyenangkan, bisa nyobain apa saja yang kita mau : merantau, karir, travelling. Semua dilakukan dan diputuskan oleh satu orang : kita sendiri, cepat dan efisien. Ribetnya kalau buat perempuan, jelaslah kemana-mana harus aware kondisi sendiri dan bisa memperkirakan sejauh mana tingkat keamanan yang nyaman buat dia. Menikah juga jelas menyenangkan. Bisa merantau dan travelling tanpa repot mikirin sendiri dari masalah dana, keamanan atau apapun ditempat tujuan. Ada teman yang selalu bareng kita. Ada satu kepala tambahan yang ikutan mikir dan ngasih suggestion yang biasanya nggak terpikir oleh kita. Ada sumber pendapatan lain yang membuat kita merasa dapat sabuk pengaman tambahan. Ribetnya bagaimana menyatukan pendapat dan karakter masing-masing, saudara kandung aja bisa debat kok apalagi sama orang yang beda keluarga sama kita.
Kalau soal hubungan dan komitmen ini baru ada perbandingan jelas, belum nikah pastinya kita mikir-mikir dulu kalau mau travelling jauh berdua atau berkegiatan bareng. Ada norma-norma masyarakat maupun agama yang tidak bisa begitu saja kita abaikan. Misal aja travelling berdua doang, biar kata nggak sekamar tapi kalau masuk di hotel yang sama kan ya bisa bikin berita nggak enak. Atau misal orang sekitar oke aja dengan itu, tanya deh sama diri sendiri kita nyaman nggak dengan itu? Kalau sudah menikah ya bebas, mau jalan kemana aman ada yang jagain pulangnya juga bareng.
Sebelum menikah kita bingung kalau teman-teman punya agenda sendiri, bingung kalau teman-teman sibuk nggak bisa curhat. Setelah menikah all the time dia ada buat kita. Partner cerita sekaligus teman jalan kemanapun.
Ada omongan setengah bercanda setengah serius, "Nikah itu bikin nyesel, nyesel kenapa nggak dari dulu!"
Saya dengar banyak orang yang merasa demikian, tapi well... saya sih enggak. Saya nggak nyesel menikah dengan umur yang sudah bisa dibilang matang. Ketika saya sudah merasa, yah saya sudah pernah melalui banyak hal. Saya nggak penasaran dengan hal-hal ini itu karena sudah saya lalui, sudah terlewat. Ketika saya sudah mengerti bahwa menikah bukan semata soal perasaan, tapi adalah hubungan jangka panjang dan adanya keyakinan bahwa setelah perasaan masa muda berlalu dan usia semakin menua.. cinta berubah bentuk ke dalam bentuk baru yang lebih kuat : selalu saling membutuhkan dan tidak lengkap tanpa kehadiran yang lain. Dan menikah juga bukan cuma ketertarikan yang kuat tapi partner ibadah yang solid.
Saya tahu dalam proses usia saya juga bertumbuh, jangankan dari peralihan belasan ke dua puluhan, antara usia 20 tahun bulat dan dua puluh enam yang usianya baru sekian bulan ini saja saya merasakan banyak perubahan. Perubahan pola pikir dan pertimbangan, perubahan manajemen emosi juga terutama. Dan ah ya.. perubahan prioritas. Semuanya ada waktunya kok..
.
Tulisan kaya gini rasanya pengen di share banyak-banyak :)
ReplyDeleteSemua ada waktunya,,,semoga aku segera
ReplyDeleteAamin!
DeleteBikin tentram hati klo udah menikah tuh..
ReplyDeleteenak mananya intinya semua relatif.. tergantung masing2 orang ya. tapi so far pertanyaan2 begitu menurutku hanyalah bercanda basa basi saja, dan gak bikin sebaper pertanyaan kapan bla bla bla.... :)
ReplyDeleteWaduh mbak tia lagi baper kah?
Deletehehehe... sama kok kapan nikah kapan punya anak juga pertanyaan yang riskan. kita semua pernah dan mungkin akan selalu dapet pertanyaan begituan. saya juga... saya pernah posting soal itu sebelumnya.
soal kapan nikah saya sudah ditanyain gitu pas umur masih 19 tahun loh.. saya berasal dari desa. 19 tahun kalo menurut orang desa saya mestinya sudah punya anak minimal 1 :D
Sama kak Nin. Dan kalo saya yang sedang mengalami itu sekarang. Ditanya orang tua, sodara & teman, "kapan nikah? mana? siapa?"
DeleteBaca keg gini rasanya pengen buru-buru nikah aja! hahaha :D
ReplyDeletebener banget, sebelum dan setelah menikah sama asiknya, cuma asiknya beda :D
ReplyDeletewaaah sesuatu banget nih tulisan kamu.
ReplyDeletetapi yang jadi pertanyaan adalah, apa kamu bahagia sekarang?
Iya, semua ada waktunya, semua ada jalannya.
ReplyDeleteSama, saya jg ga nyesel baru nikah usia 30, karena ya sayanya sendiri yang dodol, ga mau memantaskan diri unt berkeluarga, atau ya mungkin emang garisnya saya nikah umur segitu. Who knows.
Tapi yg pasti, ketika setengah menjadi satu, rasanya lengkap. Walaupun walaupun, ya namanya juga hidup, ada dinamikanya. Ahahaha
Kalimat "menikah juga bukan cuma ketertarikan yang kuat tapi partner ibadah yang solid." mantaaap Mbak (y)
ReplyDeleteKalau aku pernah ditanya, nggak nyesel tuh nikah dan ujungnya cuman jadi IRT? Gak eman udah sekolah tinggi? Hehehehe... Cukup mesemin aja deh yang tanya gitu...
ReplyDeletewe're on the same boat yah mbak hahhaha... yah saat ini full IRT mungkin pilihan terbaik untuk semuanya
Deletesetujuuuuuu! mau lajang, atau nikah, adalah masalah sederhana. Sudah diatur sama yang di atas ^_^
ReplyDeletekaya buah, mateng dr pohon lebih enak dr mateng karbitan.... nikah jg kaya gitu
ReplyDeleteMakasih ya kak Nin, atas share pengalamannya. Nambah ilmu, nambah pengalaman dan wawasan buat kita-kita.
ReplyDeleteSemua ada waktunya, semoga saya segera menyusul :')
Perdana nih, komen di blogger (cewe).. inspiratif, berasa jadi arjuna nih komen disini..
ReplyDelete