Belakangan ini saya sedang berasa uninspired gitu, malas menulis. Ide sih banyak berjejalan, tapi gimana ya kalau sayanya mager banget gitu? Pengennya diketikin haha *apaan*. Keliling blognya teman-teman dan menemukan posting yang bertema kurang lebih sama. Soal hari Kartini. Aduh bukan berarti nggak appreciate ya, cuma saya rada bosan.
Saya inget survey setahun lalu di kantor untuk dijadikan essay mengenai Hari Kartini. Essaynya ditujukan untuk seluruh karyawan wanita - kalau nggak salah level assistant manager ke atas. Dan saya inget banget gimana essaynya nggak mencantumkan hasil survey dari saya sama sekali. Nggak kecewa sih soalnya sudah sempat menyelamatkan cerita dan pemikiran saya di posting blog :D
Ya gimana ngarep dipilih kalau essaynya soal Hari Kartini terus jawaban saya malah kontra banget? *ah mimpi lu, Nin*
Yang penasaran bisa di baca di link berikut
Kebosanan saya bikin mendadak iseng melihat kontak BBM. Eh kebeneran salah satu teman saya nulis status baru yang minta banget diajakin ngobrol : kenapa sih harus Kartini?
Membaca itu bikin saya nge-chat dia: "Soalnya beliau kan banyak nulisnya, ya samalah kayak wartawan, berjuang dengan pena. Pena lebih tajam daripada tombak, kadang. Eh katanya sik..."
not to mention, cuma istilah sih... nggak mungkin juga pasukan kemerdekaan kita melawan penjajah dengan modal pulpen tajem buat nyolok lawan.
"Tapi kan ada lho pahlawan wanita lain yang benar-benar keras berjuangnya lewat tulisan, Nin. Tulisan-tulisannya bagus dan dimuat di surat kabar-surat kabar. The real pejuang via pena lah..." Begitu ketikan balasan dari teman baik saya itu.
Saya ngikik, ngikik demen pengin terusin obrolan bareng teman saya ini. Mendadak saya jadi nggak bosan lagi, ngobrol sama teman saya yang satu ini memang seru apalagi dia berasa yang ngetiknya sambil gemes gitu. Hihi.
"Hmm mungkin nih ya mungkin... karena kiprahnya dalam hal pendidikan, perjuangan perempuan dalam pendidikan dan supaya perempuan nggak cuma berhenti tumbuh dan jadi istri tanpa sekolah yang memadai bahkan juga mendapat hak yang berbeda jauh pula," saya membalas obrolan chatting kami lagi.
"Soal yang itu juga ada kok tokoh yang keras banget perjuangannya melalui pendidikan. Nggak main-main bahkan juga mengajar dan bikin sekolah dengan jerih payahnya lho," jawab si teman.
"Ya karena emansipasi baru didengung-dengungkan saat masa beliau kali? Jadi kan kelihatan banget perannya, mungkin beliau yang pertama nampak dalam masalah kesetaraan perempuan... Ya kan?" saya nanya sama dia.
"Ah emansipasi gimana? Emansipasi sudah aja sejak lama kok, lihat aja deh di Atlas jadul kalau masih punya... perempuan-perempuan yang gagah perkasa melawan penjajah di medan perang banyak amat gitu. Mereka bahkan lebih dulu ada sebelum masa Kartini," teman saya ngasih tahu sambil gemes gitu, dugaan saya yang sering ngobrol langsung juga sama dia, "Dan mereka melawan penjajah lho bukan malah 'dekat' dengan orang-orang Belanda hingga namanya lebih istimewa, aksesnya pun juga,"
Saya manggut-manggut di depan layar ponsel, padahal si teman juga nggak bisa melihat anggukan saya, pun dia juga mungkin nggak sadar kalau sebenarnya saya sepikiran dengan dia. Tapi memang menarik untuk menggali pendapatnya dan kami jadi ngobrol gemes-gemes-seru begitu.
Sekali lagi, negeri kita memiliki banyak pahlawan perempuan. Dari yang benar-benar bertarung gagah, beresiko terluka dan meninggal dalam perang maupun di daerah hukuman buang. Sayang saja kalau kita memiliki satu hari khusus untuk menghargai hanya satu nama, padahal layaknya jargon iklan di televisi - yang sama bagusnya banyak lho... dan mereka ini jarang diekspos media pun juga namanya tidak dijadikan hari istimewa. Mereka memang berjuang dengan kemampuan masing-masing dan dengan cara yang berbeda-beda pula, bukan berarti harus diperbandingkan besar kecil kontribusinya untuk bangsa.
Jadi bukannya saya berharap untuk diadakan Hari Cut Nyak Dien dalam kalender selain Hari Kartini, dimana para perempuan mendadak pakai baju adat Aceh dan berkerudung ala beliau, namun saya adalah salah satu orang yang merasa bahwa pahlawan-pahlawan perempuan layak mendapatkan penghargaan yang sama besarnya. Mungkin lewat hari peringatan kepahlawanan perempuan? Agar mereka mendapatkan tempat yang sama besarnya di hati kita semua, jadi bukan menjadi bunga bangsa daerah asalnya saja. Namun besar semangatnya yang menginspirasi dan menjadi milik kita.
Ditulis dengan sepenuh hati, untuk para pahlawan-pahlawan perempuan yang luar biasa.
.
Seperti biasa, setuju silakan tidak setuju pun boleh... beda kepala beda pula persepsinya kok ;)
Yup, aku juga merasa begitu semua pahlawan perempuan harus dapat penghargaan yang sama besarnya. "Jalan" berjuang tiap orang kan berbeda, jadi gak fair kalau dibilang ada yang kurang atau lebih :)
ReplyDeleteiya begitulah, menurutku dibanding pahlawan perempuan lain beliau nggak seekstrim mereka dalam berjuang namun mendapatkan penghargaan yang jauh lebih besar. no no bukan berarti kita nggak menghargai beliau. namun pertanyaannya: apa pahlawan lain tidak layak dihargai sebesar beliau?
DeleteAku juga sering mikir gitu ttg hari Kartini. Kenapa Kartini aja yang spesial. Tapi ya sudahlah..
ReplyDeletekarena sejarah, dan kita yang generasi penerus ya sudah ngikutin aja yang udah ada... sedihnya tanpa peninjauan kembali :)
Deletejadi ya gitu pemujian berlebih :)
Pokoknya selamat hari kartini ^_^
ReplyDeletemaaf mbak, saya nggak merayakan hari kartini. sesuai isi tulisan ini :)
DeleteSekarang Hari Kartini tdk ada upacara khususnya ya..
ReplyDeletenggak tau ya bang, kalau itu
DeleteHari Kartini yaaa, tapi bisa ngga yah penghargaannya lebih ke arah mendalami karakter, kita jangan lupita, kan kadang suka kelupaan, cuma kebayaan sehari abis itu kelar
ReplyDeletekalau mendalami karakter kiblatnya jangan beliau kayaknya mbak :) eh beliau kan feminis banget lho sampek males sama agama karena dianggep mengkotak-kotakkan manusia
Deleteda aku mah masih butuh banget sama agama :)
Hmmm emansipasi... seperti di artikel yg kamu cantumkan (tahun lalu), masing-masing gender punya porsinya masing-masing. Konsep emansipasi bagus sih, apalagi di Indonesia budaya patriarki-nya masih kental banget. Cuman sekarang malah ada yg kebablasan.
ReplyDeleteBuat aku pribadi, baik perempuan maupun laki-laki punya kelebihan dan kekurangan. Perbedaan gender bukan untuk saling mengungguli, tapi saling melengkapi dan menyeimbangkan. Anehnya, yg ga sepakat dilabel kolot dan berpikir mundur (ah sudahlah), lol.
mending kiblatnya sesuai ajaran agama kita aja, perempuan itu istimewa nah lelaki itu melindungi :)
Deleteperempuan menaati suaminya tapi suaminya juga menaati ibunya (yang perempuan)
Hmmm, Lagi lagi (mungkin) karena Indonesia adalah JAWA.
ReplyDeleteInspiring post mba
mungkin demikian?
Deletetapi untuk posting ini, kalau menurut saya bukan soal itu bang... pasalnya pahlawan wanita di Jawa bukan cuma beliau saja lho :)
nggak perlu ada hari peringatan kepahlawanan perempuan pun pahlawan-pahlawan tersebut sudah mendapatkan tempat dihati kita kan....?
ReplyDeleteyap benar :)
Deletejadi... hari kartini juga nggak perlu? :))
Para pahlawan wanita banyak yang ditulis dalam buku sejarah dan di internet sehingga memperkaya wawsan kita.
ReplyDeleteAnak2 memang selayaknya banyak membaca kisah2 perjuangan pahlawan kita untuk diambil keteladanan mereka.
Salam hangat dari Jombang
benar pakdhe, anak-anak juga harus mengenal pahlawan2 lainnya tentu :)
DeleteKarena itu udah rejekinya RA Kartini mbak, haha, kalo aku yg jd temennya, pasti obrolannya jadi gak berbobot dan tidak menggemaskan malah memuakkan, hehehe
ReplyDeletewakakakak....kalau yang ini mah jangan ngomongin rezeki atuh :)))
DeleteTerima jasa pengetikan,
ReplyDeleteAhahhahah
Kidding
Tema wanita memang banyak yang bisa diulas ya nin,
Tapi semua pahlawan tetep di hatiku kok...
Menginspirasi dan memerd3kakan negara ini dengan kiprahnya masing2
wah sip :D
DeleteBahkan sejarahpun diplintir. Yang katanya Kartini itu istri kedua bupatilah, yang katanya sebenernya bukan itu judul buku Kartini. Jadi, yg bener yg mana?
ReplyDeleteyah makin ke belakang makin kita nggak tahu asal-usulnya kalau nggak mau nyari tahu:))
Deletenah ituu mbak, banyak yang bingungin gini...
Kartini memang istri kesekian dari bupati kedua atau ketiga. nggak aneh untuk orang pada masa itu. buku kartini itu nggak diniatkan untuk jadi buku, sebenarnya kan itu tulisan surat ke sahabatnya yang dibukukan *oleh orang belanda
Akupun terdiam ga bisa jawab waktu anakku nanya, "kok ga ada hari Cut Nyak Dien mih?" hehehehe
ReplyDeleteChristina Martha Tiahahu dan Dewi Sartika juga keren Mbak Eva :D
DeleteAku ngerasa kartini cuma segeprakan itu aja,
ReplyDeleteWhat? Apa itu segeprakan? Haha.
Intinya hanya dirayakan, sudah. Selesai.
Inginnya citra wanita tuh gak cuma cantik fisik aja, tapi yang lainnya juga.
balik lagi ke personal masing2 itu sih yun :)
Delete