Seorang sahabat saya suka membaca buku-buku psikologi dan dia juga mempelajari cara membaca garis tangan manusia. Suatu waktu pas lagi ngobrol bareng dia di kos, saya pernah nanya ke dia tentang apa yang dia lihat dari garis tangan saya karena penasaran. Niat itu tidak serius pada awalnya, cuma karena kami sedang ngobrol berdua dan mendadak jadi bahas topik itu, kayak semacam main-main aja sih... sama nggak seriusnya dengan ikutan kuis-kuis nggak penting di media sosial.
Dia melihat ke telapak tangan saya yang saya sodorkan dan ngelihatin lama.
Sambil menyentuhkan jarinya di guratan garis tangan saya, dia bilang, "kalau dilihat dari tangan kamu sih... kayaknya kamu bakalan jadi ibu rumah tangga yang di rumah aja ngurusin suami dan anak," dia ngomong pelan-pelan, kelihatan hati-hati mungkin karena khawatir saya tersinggung atau apa.
Mendengar hasil analisa dia, saya kaget dan tanpa bisa dikendalikan muka saya langsung jadi losses of energy karena beban patah hati yang langsung berlipat-lipat beratnya datang saat itu juga.
Saya tahu, adalah pilihan saya untuk bilang ke dia minta dibacain dan nggak, tapi saya nggak menduga hasilnya bakalan seperti itu. Bukannya malah semangat, tapi justru makin patah hati. Saya membuat keputusan yang salah.
Masalahnya adalah... saat itu saya sedang sangat butuh pekerjaan dan butuh uang, sementara yang sahabat saya bilang ini saya tarjemahkan dengan ketidakmungkinan untuk berhasil dalam masalah mendapat pekerjaan apapun saat ini.
That urge to get much money as fast I can, somehow kills me.
I mean... siapa sih yang mau kayak gitu?
Mungkin banyak orang yang saya kenal nggak mempermasalahkan kapan mereka akan bekerja dan pekerjaan yang seperti apa. Nggak sedikit orang yang sudah cukup puas asalkan bisa ngomong sama orang-orang yang dikenal kalau bukan pengangguran dan punya kerjaan keren, karena masih dapat supply dari orang tua dan keluarga. Tapi saya kan nggak gitu, ya butuh kerjaannya tapi juga butuh uang yang nggak hanya sekadar buat bayar kos dan beli cemilan aja karena punya tanggung jawab juga.
Dan saya tahu sih namanya juga ilmu baca garis tangan, bisa benar bisa enggak karena bukan ilmu yang saklek juga. Cuma karena dengernya pas dalam situasi patah hati ya jadi makin perih-perih gimana gitu :)))
Sahabat saya bilang, menerangkan sambil menunjuk pakai jarinya ke garis-garis telapak tangan saya.
"Deuh jangan sedih lho... garis tangan yang ini melambangkan pekerjaan, ini melambangkan masa lalu dan masa sekarang," dia menunjuk satu per satu, "dan garis-garis ini nggak yang begini terus, dia bisa berubah tergantung apa yang kita kerjakan dan usahakan. Aku tahu kamu pengin kerja jadi ya semoga aja ini tadi aku salah bacanya, atau bukunya yang salah," kata dia, mencoba menghibur saya.
"Iya kayaknya bukunya yang salah," kata saya, meluruskan lekukan majalah lama di bagian resep kue kukus sederhana dan mulai mencatat daftar belanjaan untuk beli bahan bikin camilan, "kayaknya aku bukan orang yang bisa nyaman deh di rumah aja, lagian banyak tanggungan. Darimana duitnya kalau di rumah aja?" kata saya terkekeh, out of the blue... nggak tahu dapat kesimpulan itu darimana.
Dalam hati saya berdo'a agar segera dapat kerja dan punya penghasilan tetap, berusaha mikir positif juga meskipun nggak mudah karena saya orangnya overthinking. Saya menyudahi catatan belanjaan, akhirnya memutuskan untuk bikin pop corn yang wangi Blue Band untuk nonton film marathon besoknya, saat saya tidak ada jadwal tes kerja dan sahabat saya juga nggak ada jadwal konsultasi skripsi. Memutuskan bikin pop corn alih-alih kue kukus meskipun pengin banget makan kue itu hanya karena lebih hemat ketimbang kue kukus yang butuh banyak telur.
Sekitar dua bulan dari obrolan kami itu, alhamdulillah Allah memberikan rezeki dalam bentuk pekerjaan. Saya nggak lupa dengan isi perbincangan itu, mengatakan pada diri sendiri bahwa saya hanya terlalu khawatir saat itu.
Segala hal baik-baik saja dan saya hanya perlu menyerahkan semuanya kepada Allah.
Seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran.
Itu yang sejujurnya saya rasakan sih.
Dan sekarang, mengingat betapa besar rasa patah hati yang saya alami waktu itu... saya bertanya-tanya mengapa persepsi saya banyak berubah?
Memang benar bahwa Allah lah yang maha membolak-balikkan hati.
Allah juga adalah pengatur masa yang sempurna karena memberikan saya kesempatan bekerja saat itu untuk paling tidak menyelesaikan semua tanggungan dan tetap mengalirkan rezeki bahkan meskipun saya pekerja lepas yang menghabiskan sebagian besar jam kerjanya di rumah.
Allah mengajarkan saya juga untuk tidak meremehkan rezeki dalam bentuk apapun dan dalam nominal yang seberapapun. Rezeki dalam bentuk kesehatan dan sakit yang bisa disembuhkan adalah satu diantaranya.
Kemudian hubungan antara materi dan manusia, bahwa manusia memiliki sifat-sifat yang terkadang sulit merasa cukup berapa banyakpun penghasilan dan materi yang diperolehnya. Yang paling penting adalah rezeki yang membuat kita merasa cukup dan berkah. Kualitas, bukan kuantitas meskipun tentu saja kuantitas juga berpengaruh :))
Hanya saja Allah-lah yang paling tahu bagaimana mengurus kita dengan cara-Nya dan betapa banyak pintu-pintu kemudahan yang sebelumnya tidak bisa kita kira.
Semakin sering saya flashback pada percakapan saat itu dan pada sudut pandang saya saat itu, yang sekarang jelas berubah. Saya bersyukur atas segalanya yang saya lewati. Karena bukankah itu yang membentuk siapa diri kita yang sekarang ini? Kejadian dimasa-masa lalu?
Apa jadinya kalau tidak lama setelah patah hati ditolak berkali-kali, maka saya menyerah pada apa yang saya mau, memutuskan untuk segera menikah dan menjadi ibu rumah tangga? Tentu saya mungkin akan menjalankannya dengan berat hati, tidak ada hal baik yang bisa kita raih jika dijalankan dengan hati berat, bukan? Meskipun untuk urusan semulia mengurus rumah sebagai seorang istri dan ibu.
Allah benar-benar pengatur masa yang sempurna, selain maha merubah hati dengan cara-cara yang istimewa.
Jadi mengapa saya memutuskan untuk menulis ini?
Tidak lain untuk memperkuat ketenangan hati saya sendiri, karena ada yang tengah saya nanti saat ini. Sekali lagi, tidak mudah mengingat saya orang yang overthinking dan sejujurnya sangat mudah tenggelam dalam ketakutan-ketakutan saya sendiri.
Maka saya menulis ini untuk menguatkan hati dan mengingatkan diri saya bahwa Allah paling tahu masa-masa yang sempurna untuk segala fase dalam hidup saya, pun hidup kita semua.
Tetaplah kuat :)
mbak... sebagai jobseeker, aku terharu dan nangis baca postingan ini. terus nggak tau mau komen apa.. asli.
ReplyDeleteMenjadi istri dan ibu yg bahagia dan tetap berkarya meski di dalam rumah😊
ReplyDeletembak ninda, gimana caranya bisa rajin banget nulis dua hari sekali?
ReplyDeletebtw, mbak punya dua blog kah?
Menanti member baru kah? (*0*)
ReplyDeleteKudoakan yang terbaik untukmu dan paksu ya kaknyinnnn
Btw jangan pernah percaya atau mengingat-ingat soal tebakan garis tangan atau golongan darah atau tanggal lahir dan semacamnya ya kak nyinnn.. Tak baik kata para nenek. Mendning denger lalu bawa ketawa lalu lupakan saja lahh seketika wkwk.
Percayakan saja segalanya pada Sang Pengatur
Ohmaigot sok berwibawa banget dedek
#PLAK
#BawaanLagiPakeBajuBatikNihh
Eh aku kelewat post yg ini.
ReplyDeleteIya yah kalo dulu, irt itu apa sih. Ga punya kerjaan, ga punya penghasilan.
Tapi makin kemari, makin terbukti, rejeki datang dari mana saja berupa materi, kesehatan, dan nikmat lainnya. Dan yg penting sih aku bisa ngeliat anak2 dari jam ke jam, hari ke hari and it's priceless. Hehehe