Marriage is the easiest way to loving someoneKebanyakan dari kita, para cewek-cewek selalu memikirkan tentang pernikahan sejak usia yang terlalu muda. Kita mungkin nggak benar-benar ingin segera menikah dan berniat menikah, tapi pikiran soal itu sulit terhindar ya bahkan sejak kita belum kenal cinta monyet itu seperti apa.
you'll love more someone who already you loved before
you'll love someone who already you adore
you'll love someone you doesn't love before
Ibu saya yang menikah di usia yang cukup muda dan duluan dibanding semua saudaranya (muda ya, bukan dibawah umur seperti latest trend setahunan terakhir), adalah seksi sibuk setiap adik-adiknya menikah. Dan saya juga selalu ada disana, banyak menyaksikan prosesi persiapan pernikahan pun perayaannya saat hari H sejak masih sekolah dasar. Pikiran-pikiran itu nggak terhindarkan ya nggak sih?
Seperti... bagaimana nanti kalau kita sudah dewasa, menikah dengan siapa, dengan acara yang seperti apa? Seperti apa orang yang menikah dengan kita dan apakah ribet mengenakan semua kostum pengantin untuk ke toilet? Gimana dong kalau suami kudu pergi ke kantor dan kita bahkan nggak bisa membantu dia pakai dasi karena nggak tahu cara memasang dasi yang benar kayak para istri di opera sabun televisi lokal itu lho...
Jadi itu maksudnya, segala tentang bayangan-bayangan itu nggak terhindarkan sih. Makanya jangan heran kalau setelah menikah, kita bakalan sering banget ditanyain sama teman-teman yang belum menikah, seperti apa sih kehidupan pernikahan itu?
I can't describe more than... kita jadi punya teman yang mostly selalu bareng kita. Ngobrol sama kita, kemana-mana bareng kita, nonton bareng, makan bareng bahkan sama-sama sibuk 'me time' dalam waktu yang bersamaan.
Kalau kamu orang yang lebih suka bareng siapapun kemana-mana ketimbang sendiri, yah kamu dapat apa yang kamu harapkan. Sementara kalau kamu kayak saya yang menghabiskan belasan tahun jauh dari rumah dan lebih sering menghabiskan waktu bareng diri sendiri, perlu waktu untuk terbiasa dengan itu sih. Karena pasti awalnya kerasa aneh ada yang nemenin kemana-mana mulu meskipun belakangan jadi malah kerasa beda kalau orangnya pas nggak bisa nemenin.
Dari beberapa teman yang sempet curhat, mereka mengaku sedang mengalami quarter life crisis, gitu... saat umur sekian belum ada calon pendamping dan mulai deh seluruh keluarga beraksi jadi mak comblang.
Mereka nggak kuatir untuk dikenalin, dicomblangin, dijodohin atau sejenisnya. Because they're found them kind of cute and nice. Yang mereka kuatirkan justru kehidupan pernikahannya nanti, kalau mereka nggak akan cukup punya perasaan yang harusnya dirasakan suami istri untuk mereka share satu sama lain dan kepada anak-anak mereka nanti.
Pertanyaan tentang apakah ketertarikan saja cukup?
Apakah tanpa rasa cinta cukup?
Apakah pernikahan yang dimulai tanpa cinta yang cukup besar akan membuat mereka mampu bertahan dalam rumah tangga dimana banyak pasangan lain yang awal pertemuan dan perjalanannya sampai pernikahan aja bikin banyak orang iri karena saking romantisnya malah berakhir berpisah?
Saya sebagai remahan rengginang dalam kaleng biskuit karena baru berumah tangga selama sekian tahun terakhir memang nggak bisa memberikan jawaban expert seperti orang-orang yang sudah puluhan tahun berbagi pahit manis hidup dalam rumah tangga.
Jadi jawaban saya adalah: tergantung.
Tergantung apakah pasangan suami istri sama-sama mengerti dan menjalankan hak kewajibannya dalam pernikahan, apakah pasangan sama-sama menghormati satu sama lain dan saling menjadi pakaian bagi pasangannya.
Dalam keluarga saya, dua generasi sebelum saya menikah tanpa cinta. Nenek dan kakek saya juga orang tua saya. Nenek dan kakek saya dinikahkan saat usia muda melalui kesepakatan perjodohan antar orang tua. Mereka berumah tangga, memang nggak bisa dibilang so sweet dan goals ala-ala kekinian. Tapi meskipun berbeda kepribadian dan pembawaan, saya menganggap mereka berdua sangat penuh cinta. Saking penuh cintanya, mereka tidak habis-habisnya berbagi pada orang di sekitar mereka. Ya berbagi materi, ya berbagi kasih sayang pada anak-anak, anak-anak tetangga dan kerabat yang mereka bantu biaya pendidikannya.
Mereka mungkin nggak romantis untuk pernah saling bilang I love you or that kind of words. Mereka sering mengobrol dan banyak bercanda, seringnya kakek meledek nenek saya untuk kebiasaan-kebiasaan anehnya atau karena giginya yang sudah hampir habis padahal selisih usia kakek jauh selisihnya diatas nenek, mungkin 5 sampai 10 tahun gitu lah ya. Tapi ketika nenek saya meninggal kakek adalah orang yang entah kenapa saya merasa, beliaulah yang paling sedih. Nggak menangis, nggak bertanya-tanya atau mengeluh. Namun setelah itu kesehatannya langsung menurun dan sering sakit.
Menurut saya, rumah tangga mereka itu goals banget. Goals secara realita yang sudah dibuktikan selama puluhan tahun tanpa gonjang-ganjing hebat seperti pertengkaran panjang dalam rumah tangga atau isu orang ketiga, meskipun menikah tanpa cinta. Nggak cuma ada di buku teori tentang pernikahan, tapi benar-benar telah terjadi.
Saya menarik kesimpulan dari sini, bahwa pernikahan boleh jadi tidak diawali dengan cinta tapi harus selalu dijalani dengan orang yang baik serta tepat. Karena dengan orang yang baik yang menjadi pasangan kita, maka tidak akan sulit untuk jatuh cinta. Hanya perlu tambahan sedikit waktu untuk merubah pernikahan yang saling asing menjadi penuh cinta.
Sementara 'tepat' disini, maksud saya adalah pola pikir. Yang saya lihat selama ini, cinta selalu bermutasi seiring jalannya umur. Dan ketika kita semakin bertambah tua, kita mungkin menilai romantis-romantisan dengan candle light dinner misalnya, itu cheesy banget. Tapi nggak pernah cheesy dan basi adanya pasangan yang selalu siap support langkah kita, mendengarkan curhatan kita, berbagi banyak topik obrolan dan masih bisa ketawa bareng dengan saling ledek. Teman ngobrol yang seimbang dan nyambung itu sangat penting.
Saya senang karena menjadi salah satu orang yang beruntung dengan kenangan rumah tangga kakek nenek saya yang menyenangkan, mengingat saya menghabiskan masa sekolah dasar saya dengan tinggal bertiga bersama mereka. Karena tidak semua orang memiliki kenangan sebagus itu tentang kakek neneknya. Ada teman saya yang kakeknya sangat mendominasi dalam rumah tangga dan nggak mengizinkan neneknya untuk membantah atau protes langsung pada keputusan soal keluarga yang sudah beliau tetapkan. Ya ala ala jaman dulu banget gitu, otoriter.
Cerita lain yang saya saksikan sendiri adalah seorang teman yang saya kenal semasa kuliah, sebutlah saja Kak Rani. Pacarnya Kak Rani saat itu adalah orang yang bikin saya dan banyak teman lain yang mengenal dia... spijles. Cemburuan yang amat sangat, controlling, ngasih batesan ke Kak Rani do's and dont's. Bahkan ya kalau Kak Rani keluar sama temannya, baik rame-rame dan bareng cewek-cewek doang sekalipun... balik-balik dia nemuin ponselnya banjir puluhan missed call dan sms yang banyak banget dari pacarnya itu.
Ironis, karena si pacar ini masih tetangga yang tinggalnya nggak jauh dari rumah orang tua Kak Rani di kampung halaman. Orang tua Kak Rani sendiri nggak setuju kalau sampai Kak Rani sama si pacarnya itu, entah kenapa. Mereka jadi putus sambung dan sembunyi-sembunyi karena ceritanya Kak Rani masih cinta banget sama si pacar meskipun menghargai kedua orang tuanya juga. Padahal sih kita sebagai teman aja ilfil sama pacarnya Kak Rani ini, meskipun nggak bilang terus terang ke dia. Pacar aja nggak boleh ini nggak boleh itu padahal belom juga jadi suami. SMS nggak dibales bentar aja bakalan missedcall puluhan kali. FREAK.
Setelah Kak Rani lulus kuliah, dia dijodohkan dengan anak teman orang tuanya, sebut aja mas idola ortu. Setelah beberapa kali bertemu dan ngobrol Kak Rani dia malah mantap untuk mutusin pacarnya dan setuju menikah dengan mas idola ortu yang memang sejak dikenalkan dengan Kak Rani sudah langsung suka dan berniat serius. Melalui obrolan curhat kami, Kak Rani cerita kalau mas idola ortu ini sesuai banget dengan yang diceritain orang tua Kak Rani ke dia. Orangnya benar-benar sopan, baik ke orang tua dan sangat-sangat menghargai Kak Rani sebagai wanita. Saya dan beberapa teman pernah ketemu sebelum hari pernikahan mereka dan orangnya memang baik beneran dan aura tulusnya juga kerasa. Beda banget image-nya sama cowok Kak Rani yang sebelumnya itu.
Rumah tangga mereka rukun dan terlihat full of happiness sampai sekarang, meskipun diawali dengan jatuh cintanya si cowok dan sebatas ketertarikan dari pihak si cewek. Malahan pihak ceweknya sendiri baru benar-benar jatuh cinta pada suaminya di hari pernikahan.
Jadi iya menurut saya sih gitu ya, seperti paragraf pembuka tulisan ini di bagian awal tadi. Pernikahan adalah cara paling mudah untuk mencintai seseorang secara apa adanya. Kita tahu sisi-sisi kurangnya dia dan kebaikan-kebaikannya dia. Kalau kamu memang suka dia atau ada ketertarikan sebelum menikah, gampang saja untuk ketertarikan atau rasa suka itu berubah jadi cinta setelah pernikahan. Bahkan kalau kamu nggak ada rasa cinta sedikitpun, pernikahan akan sangat bisa menghadirkan perasaan itu. Terutama sih cewek ya, paling gampang baper soalnya :))
Nggak susah menghadirkan cinta dalam pernikahan, meskipun tidak dimulai dengan itu. Selama kita benar-benar tahu dan yakin bahwa pasangan yang kita pilih ini adalah orang yang baik, berkomitmen dan memiliki pandangan serta prinsip-prinsip utama hidup yang sama atau hampir sama dengan kita.
Dan setiap pasangan memiliki romantic viewnya sendiri, jadi jangan pernah dibandingkan dengan pasangan lain. Ada yang rasa cinta ke pasangan bikin seseorang jadi niruin drama-drama percintaan gitu. Ya sebagian orang ada yang ngerasa kalau puisi-puisi manis dan kiriman bunga dari pasangan itu so sweet, ada yang nganggep cheesy dan lebih memilih mengekspresikan cinta ke pasangan dengan hal lain misalnya suami yang rela nyuciin baju kotor istrinya yang lagi capek. Ada juga yang misalnya nih rela terlihat 'o'on' di pesta resepsinya dengan kostum pengantin yang 'beda' gara-gara pengin bantu mewujudkan dream wedding party istrinya. Ini pernah saya lihat sih di salah satu artikel tentang dream wedding gitu, dimana si istri kelihatan happy banget dan suaminya kelihatan ikut happy meskipun gimana ya.... looks secara keseluruhan dia bikin ngakak pembaca.
Sama-sama manis dan butuh effort kok, meskipun langkah yang diambil beda :)
Komitmen nyin. Menurutku sih
ReplyDeleteso me banget ini nin. hahaha.. sekarang-sekarang ini bahagia banget udah punya istri.. kalau kata ustadz, ibadah yang paling lama yaitu menikah. jadi kalau ada anggapan "nanti tinggal dimana kalau nikah", "takut ga cocok" dan lain sebagainya, itu bisikan syaiton..
ReplyDeletekadang saya sama istri mikir, "pasangan diluar sana itu seperti kita ato ngga sih?" *sambil melakukan hal yang aneh tapi mesra*
wahahahahah
berumah tangga harus siap pasang surutnya :)
ReplyDeletehahahaha, bener banget, semua tergantung, kalau dipikir-pikir, aku sangat beruntung punya suami yang sering kerja luar kota dan sering pulang malem karena liputan, karena aku jadi punya banyak me time, banyak kangennya, ya sih biasa kalau awal2 akan selalu pengen ketemu, tapi setelah bertahun2 semua bisa teratasi dengan baik dan semua butuh pembiasaan aja :D
ReplyDeleteBetul, Nin.
ReplyDeleteSetiap pasangan punya romantic view nya sendiri. Aku, yg sering liat timeline IG isinya chelsea-glenn atau pasangan seleb romantis lainnya rasanya pengen bgt sama suami romantisan gitu ya. Tapi kan beda, suami masakin ketika aku capek aja udah romantis bgt buat aku, hha..
Aku lama ga nge blog, ninda apa kabar :)
ya Allah ni postingan kece amat yak,,,huhuu. apa yang kurasa. soal cowo freak itu aku ngalamin pulak wkwkkw
ReplyDeleteWaw dalem, aku kelelep
ReplyDeleteSalah satu postingan kanyin yang ter-berfaedah
The thought of "cinta bisa dipelajari setelah nikah" selalu menghantui pikiran aku sbg orang yang punya pikiran "cinta sebelum nikahitu belum boleh".
But di sisi lain, nikahin orang yang sama sekali asing sounds scary. Kalau setelah nikah trus dijalanin beberapa waktu ternyata nggak cocok gimana? Apakah mesti bercerai?
tapi kalau penjajakan dulu a.k.a pacaran udah jelas gaboleh sampe cinta cintaan
what syud ay duu??
P.S.
Aku udah mulai move on sama akhwat yg dulu pernah deket pas SMA hahahahaha #CurhatTerselip
aku kangen mampir ke siniiiiiii .... lama tak jumpaaaa
ReplyDeletesekalinya mampir, eh langsung dikasih bacaan renyah. pagi-pagi juga bacanya. sama makan oreo. hmmm enak
aku jadi mikir
hmm
oh gitu yaaa
hmm gimana ya kak
hahaha
bingung euy mau mengutarakannya bagaimana
kayak mozaik nih di pikiran
ya intinya aku masih berproses sih untuk serius ke jenjang pernikahan
aku belom baper ih kalo datang ke kondangan, duh laaaah
jadi keinget curhat temen yg pada baper sama hamish raisa. ya ngapain baper. gasemua pasangan romantis tolak ukurnya ya hamish raisa. ya masing masing juga punya sisi romantis sendiri... ga harus yg A atau B
ReplyDeletefufufu
Iyaah beda2 tastenya ya tiap orang. Tmn aku dulu, punya pacar yg romantisnya berlebihan katanya. Nggak kuat, jadi putus. 😂 Ada2 aja yaa
ReplyDeleteAku malah enggak pernah kepikiran untuk menikah muda, atau malah untuk menikah sebelumnya. I love romantic stories, I adore every brides and grooms at the wedding. Tapi aku selalu berpikir kalau itu bukan untuk aku. Bahkan satu tahun sebelum menikah aku sempat bilang, "kayaknya aku enggak akan pernah nikah deh."
ReplyDeleteTapi ternyata Allah malah kasih kejutan yang bertolak belakang. Siapa yang sangka aku malah semakin nyaman berduaan semakin bertambah usia pernikahan. Intinya sih satu kalau aku, ikuti aja arus akan membawa aku ke mana.
Kadang sangking asyiknya baca2 blogpost kamu, trus bingung mau komen apa karena uda tau bahasanya anyiiin bgt, mendayu2 sentimentil, penuh self learning sku njuk bacaaaa aja....kdg mpe lupa komen, tp sebenernya aku plg rajin baca blogmu #halaaah
ReplyDeleteDek, aku juga nikahnya nggak pake pacaran2 kok. Langsung nikah aja. Meski sama senior jaman kuliah, tapi terus terang nggak pernah ngobrol face to face, cuma sesekali di sms, sms basi lah tapi malah kok melekat, bahahaha.
ReplyDelete