Terutama ketika sedang terhimpit tekanan sosial tentang topik apa saja.
Saya selalu mikir, untuk apa hidup ini?
Mengapa kita hidup seolah-olah hanya untuk memuaskan standar sosial kebanyakan orang?
Mengapa kita harus memuaskan orang-orang dengan jawaban yang belum tentu kita amini dalam hati.
Ketika kecil kita susah payah belajar tanpa mengerti mengapa kita harus belajar. Tujuan kita sesederhana peringkat kelas, nilai rapor dan diterima ke sekolah yang bagus.
Mengapa kita perlu sekolah yang bagus?
Untuk menunjang sarana prasarana bagi kita untuk masuk ke sekolah lanjutan yang sama atau lebih bagus lagi.
Mengapa kita perlu itu?
Untuk karier yang bagus dan mandiri secara finansial.
Untuk apa?
Lagi-lagi untuk biaya hidup.
Lantas kita bekerja dan membiayai hidup, menjalani hidup kita dengan rutinitas hingga rasanya semakin hari ada yang kurang, semakin hari semakin banyak pertanyaan.
Ketika kita sudah memenuhi standar-standar sosial dengan mampu mencukupi kebutuhan diri sendiri dan memberi bantuan kepada keluarga... suatu hari kita akan sampai dalam kesimpulan dan pertanyaan: kok hidup gini-gini aja ya... sampai kapan aku menjalani hidupku yang begini?
Kita bosan dan lelah dengan pertanyaan-pertanyaan dalam diri yang semakin lama terasa semakin tidak terjawab.
Barangkali itu alasan mengapa Allah memberikan cobaan, agar kita tidak merasa hampa dalam stagnan, agar kita mampu mengevaluasi diri dan bersahabat dengan kegagalan, menjadi orang yang lebih baik lagi dari hari kemarin. Mungkin juga ini bukan jawaban yang benar, tapi setidaknya itulah yang menjadi kesimpulan saya sampai hari ini.
Lantas untuk apa hidup ini?
Pertanyaan yang ini, menurut saya jauh lebih kompleks. Pertanyaan yang tetap tidak terpuaskan dengan jawaban bahwa kita hidup untuk beribadah kepada Allah. Pertanyaan itu tidak selesai dengan ketika saya tahu alasan Allah menciptakan manusia.
Oke, saya tahu mengapa Allah menciptakan manusia dari surat cinta-Nya dalam Al Qur'an. Namun saya masih tidak mengerti mengapa Allah menciptakan saya. Mengapa Allah memberikan skenario cerita hidup seperti yang hingga saat ini saya jalani.
Satu demi satu saya mengevaluasi perjalanan hidup saya dalam setiap fase. Saya membandingkan dengan beberapa orang yang saya kenal dalam seumur hidup saya, dengan cerita hidup yang berbeda-beda.
Allah memberikan kelancaran pendidikan kepada saya, tidak ada masalah yang berarti kecuali satu masa di semester 5 saat saya harus melewatkan satu semester karena dalam masa penyembuhan sakit. Menurut saya, saya mengenyam pendidikan yang layak dan cukup baik. Ketika sebagian orang yang saya kenal tidak meneruskan pendidikan ke SMA karena berbagai sebab, sebagian lagi tidak mampu kuliah dan baru mengenyam bangku kuliah setelah bekerja sekian tahun. Beberapa orang yang saya kenal bahkan tidak melanjutkan pendidikan ke SMP karena ketidakmampuan finansial.
Mengapa Allah memberikan kemudahan kepada saya dan tidak bagi orang lain dalam tahapan pendidikan?
Saya pernah menderita kesulitan finansial di masa akhir studi saya, beasiswa tidak pernah menjadi solusi dalam situasi saya karena kondisi keuangan orang tua saya. Ya kebanyakan orang memandang kondisi keuangan seorang anak dari kemampuan keuangan orang tuanya, termasuk dengan proses pengurusan beasiswa. Untuk kasus saya berbeda. Kondisi keuangan orang tua saya diatas rata-rata orang di kota asal saya, tapi saya sudah diambang batas kebingungan dan ketakutan jika esok saya tidak bisa makan. Padahal sudah menekan biaya hidup menjadi 9-10,000 IDR sehari untuk makan. Meskipun pada akhirnya itu terselesaikan dengan kemudahan Allah berupa job-job freelance yang saya dapatkan di saat itu. Alhamdulillah kesulitan finansial saya terselesaikan dengan cara yang halal.
Dalam keluarga besar saya, seorang sepupu terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus. Saya sedih setiap menggendong dia karena ada aktivitas-aktivitas yang masih belum dapat dia lakukan di seusianya. Yang paling sedih adalah ketika paham bahwa dia anak yang aktif, selalu penasaran dan cepat bosan, tapi belum bisa mengkomunikasikan apa yang dia mau. Umpama kita berbicara dengan orang lain dan mereka tidak paham-paham juga, tentu kita capek dan lelah. Nggak kebayang capek dan lelahnya dia berusaha menyampaikan sesuatu tapi orang lain selalu nggak paham.
Kemudian saya mikir, kenapa Allah menciptakan saya lengkap dengan seluruh anggota tubuh yang berjalan sebagaimana seharusnya dan akal yang sejauh ini saya merasa masih sehat-sehat saja?
Kenapa saya? Apa bedanya saya dengan orang lain yang mungkin memiliki kondisi spesial?
Mengapa saya yang mendapatkan ini?
Ini hanya contohnya, pada kenyataannya itu merembet ke banyak hal lain. Beragam andai, beragam jika dan mengapa, membebani saya silih berganti. Kadang dapat saya pinggirkan, kadang demikian melonjak minta diselesaikan hingga membuat kepala saya terasa penuh.
Entah apakah ini berarti saya overthinking, tapi semakin usia saya bertambah, semakin banyak hal yang saya pikirkan. Ada kalanya itu menyiksa saya hingga saya tidak bisa tidur dengan tepat waktu di malam hari.
Saya khawatir usia saya hidup tidak cukup panjang untuk menemukan jawaban untuk apa hidup saya ini.
Menjelang usia 30 tahun, setidaknya saya merasa sudah menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Kendati masih banyak pertanyaan yang belum mampu saya temukan jawabannya. Namun yang ini terselesaikan. Saya tidak menduga bahwa jawabannya mungkin sangat personal, karena ini adalah proses yang saya temukan sendiri dengan menjalani hidup saya hingga hari ini. Orang lain mungkin akan berbeda yang dirasakan, serta pertanyaan dan jawaban yang berhasil ditemukan.
Saya percaya kita hadir di dunia ini dengan tugas yang berbeda. Kita diciptakan spesial, dengan sifat tertentu, dengan kemampuan tertentu, dengan kondisi fisik tertentu untuk menjadi sesuatu. Kita, manusia punya tugas atau misi yang berbeda satu sama lain. Kondisi fisik, sifat, isi pikiran adalah faktor pendukung untuk mencapai tugas kita masing-masing.
Bukan, ini bukan science fiction maupun dunia supranatural, ini kesimpulan saya secara pribadi. Dan sebenarnya justru sangat sederhana. Ada faktor natural yang menentukan mengapa kita sampai ke titik ini dan hendak kemana kita menuju.
Tidak ada manusia yang diciptakan tidak spesial. Tapi hidup kita hanya bisa berarti ketika kita mengerti tugas seperti apa yang mungkin kita emban, kita peruntukkan atas apa hidup ini?
Manusia datang dan pergi ke dunia ini sebagai rutinitas yang seperti sudah demikian takdirnya akan terjadi. Namun menjadi manusia saja tidak cukup untuk membuat hidup kita berarti. Tidak cukup dengan menua, stabil secara finansial, berketurunan kemudian meninggal, lantas mungkin hanya beberapa orang saja yang akan ingat dengan keberadaan kita yang pernah menjejak dunia. Beberapa mungkin orang yang pernah kita kenal, beberapa adalah keturunan kita.
Kita terlahir dalam kondisi bukan siapa-siapa dan pergi dari dunia ini dengan kemungkinan bukan siapa-siapa juga.
Yang membuatnya berarti adalah apa yang sudah kita lakukan dalam hidup kita, tentu bukan hanya hidup untuk memuaskan standar sosial dan kemudian tutup usia. Allah menciptakan kita dengan spesial, memiliki apa yang orang lain tidak miliki dan tidak memiliki apa yang orang lain miliki lebih adalah demi untuk membangun diri kita menjadi sosok yang utuh. Dan menjalankan apa tugas kita di dunia.
Saya pernah mengenal seorang customer semasa saya masih bekerja di kantor, saya tidak langsung berinteraksi dengan beliau dan wajahnya pun saya sudah lupa. Namun apa yang membuat saya sangat kagum dengan beliau adalah bagaimana dia menjalankan usahanya. Dia menjalankan usaha yang mungkin tidak besar, pegawainya ada beberapa orang dan beberapa pegawainya penyandang difabilitas. Ada kebijakan dari beliau untuk merekrut beberapa penyandang difabilitas setiap penerimaan karyawan, tentu saja selama sesuai dengan kriteria job desk.
Kesimpulan saya disini: Allah merancang sifat beliau mungkin dengan sesuatu yang kita semua tidak punya yaitu kerja keras yang lebih keras dari orang-orang lain, terlahir dalam keluarga berkekurangan, kecerdasan dan kemauan untuk melesat menjadi orang yang berbeda. Beliau bukan orang yang bepengaruh dalam politik dan pemerintahan namun mampu mendirikan usaha yang cukup mampu menjadi sumber mencari nafkah dari banyak orang. Karena pemilik, beliau mampu memberikan kebijakan penerimaan karyawan seperti itu. Jika bukan beliau pemiliknya, mungkin kebijakan itu tidak pernah ada. Dan mungkin jika beliau tidak berasal dari keluarga biasa bukan keluarga terpandang, tidak akan ada perusahaan kecil yang membuat penyandang difabel dipekerjakan dengan sepantasnya dan dihargai seperti karyawan lain pada umumnya.
Di lain waktu saya kagum dengan orang yang mendedikasikan dirinya untuk menjadi relawan di daerah terpencil. Rela terputus dengan gemerlap kota besar demi panggilan hati untuk memberi edukasi anak-anak di daerah terpencil yang selama ini serba kekurangan dalam sarana dan prasarana belajar mengajar.
Dan orang yang pernah mengalami kehidupan yang berat akan menjadi orang yang penuh empati terhadap orang lain yang mengalami hal yang sama. Itulah menurut saya alasan utama mengapa ada orang-orang yang mendirikan badan-badan pelayanan masyarakat meskipun mereka jauh dari hiruk pikuk kepopuleran dan politik.
Sebagian orang bilang ini panggilan jiwa.
Dan saya yakin kita semua punya itu, kita semua punya panggilan jiwa, punya tugas, punya misi untuk menjadi seseorang yang lebih berarti dengan jalan dan kapasitas yang berbeda. Pak pemilik usaha yang mempekerjakan karyawan difabel mungkin tidak bisa demikian jika beliau hidup di daerah pedesaan, pun relawan pendidikan di daerah terpencil mungkin tidak mendapat kepuasan batin yang sepadan jika dia mengajar di kota besar, pendiri badan layanan masyarakat mungkin tidak memiliki keinginan untuk menggagas itu jika dia tidak memiliki empati yang cukup. Setiap tugas dan panggilan jiwa punya keistimewaannya sendiri.
Demikianlah jawaban yang saya temukan saat usia saya menjelang genap 30 tahun.
Saya tidak berada disini tanpa alasan. Saya ada, Allah membangun saya dengan segala sifat, sarana dan kemampuan untuk sebuah alasan. Entah besar entah kecil, peran dan tugas saya sebagai manusia yang tidak cukup untuk hidup atas diri sendiri akan saya lakukan sebanyak kemampuan saya bisa tanggung.
Alasan itu sedikit banyak adalah sebab mengapa saya membangun listenindastash.com meskipun saat dimana saya baru memutuskan untuk mendirikan usaha itu, jawaban yang saya peroleh masih berupa clue-clue kecil yang tidak beraturan. Karena saya ingin lebih banyak berkontribusi secara sosial, dan untuk itu saya membutuhkan cakupan dan penghasilan yang lebih besar juga.
Serta mengapa saya blogging dan harus terus menulis hingga saya sudah merasa tidak mampu lagi menulis, saya pun sudah menemukan jawaban lengkap dari itu yang mungkin akan membuat posting ini jadi terlalu panjang untuk disimak.
Jadi untuk saat ini, hanya ini yang mampu saya tulis.
Semoga kita mampu menjalankan tugas kita di dunia dengan porsi yang sesuai kemampuan kita dengan sebaik-baiknya.
Banyak menebar manfaat dan kebaikan yang tidak apa mungkin orang dengan mudah lupakan, perhitungan Allah tidak akan salah.
Hidup ini hanya sebentar saja.
pas besok lusa saya genep 30 tahun
ReplyDeleteteruslah bertanya, nyin.
ReplyDeletesama, tetap bertanya "untuk apa saya hidup?"
ini namanya berkonteplasi
ReplyDeletekeresahan ini jg sama mbak dg yg saya rasakan, dan... terima kasih postingan ini sudah memberikanku semangat lg untuk menulis postingan baru :')))
ReplyDeleteSo deeeppp
ReplyDeleteSedikit banyak mungkin aku juga udah menemukan panggilan jiwa sih
Teaching new knowledge
Telling people how something must be
Bahagia aja gitu pas lagi ngoceh ngoceh di depan kelas
:')
Semoga yang aku sampaikan semuanya yang baik-baik dan yang bermanfaat semua, bisa jadi amal jariyah kalo diterapkan sama mahasiswa ku. Aminnn
While kalau blog kayaknya murni bacotan sesuka hati tanpa maksud jelas karena awalnya emang cuma buat menyenangkan perasaan hehehehe
aku baru aja nulis tentang hidup ini ngga adil :')
ReplyDelete