Dalam usia itu hanya obat turun panas rasa jeruk yang cukup menyenangkan di lidah ketika sedang demam. Meskipun seiring bertambah usia, orang tua bersikeras bahwa saya harus berpindah dari obat penurun panas rasa jeruk menjadi paracetamol yang pahitnya bikin bergidik. Saya tidak suka.
Orang bilang mungkin saya harus menelan tablet obat dengan bantuan buah pisang agar dapat menelan tablet dengan baik
Saya ingat sekali saya mencoba usul itu dan berakhir dengan tidak menyenangkan. Bongkahan pisangnya meluncur lancar ditenggorokan sementara si tablet emoh beranjak, membuat efek pahitnya berkali lipat.
Orang juga bilang bahwa nanti ketika sudah lebih besar, mungkin saya akan menguasai cara menelan obat yang benar dan dengan cara yang lebih nyaman.
Saya jadi bertanya-tanya apakah cara meminum obat sama seperti level game, semakin bertambah level maka kita semakin menguasai strateginya?
Apakah minum obat, seperti halnya level game juga memerlukan latihan terus menerus? Practice makes perfect, seperti quote yang tercantum di buku tulis?
Lantas di tahun kesekian sekolah dasar, setelah terkena alergi yang cukup menyengsarakan karena membuat sekujur badan saya ruam, terus menerus demam dan segepok tablet yang harus dikonsumsi setiap hari akhirnya menjadi awal dimana saya akhirnya menguasai cara menelan tablet obat.
Dengan susah payah menenggak satu tablet, mendorong dengan tangan ke pangkal tenggorokan dan tegukan air banyak-banyak hingga hampir tersedak. Ada sedikit area lidah saya yang masih merasakan pahit.
Tapi untuk kali pertama, saya berhasil.
Setelah berhari-hari tersiksa karena alergi, untuk pertama kalinya saya bergembira karena berhasil menelan obat tanpa berakhir mengunyahnya.
Selalu ada kali pertama untuk sesuatu yang pahit dalam hidup kita, kali pertama merasa kecewa yang teramat dalam, kali pertama kehilangan, kali pertama gagal meraih impian, kali pertama patah hati. Kita menjalani hidup kita dengan kenyataan-kenyataan itu, tanpa jaminan bahwa kali pertama akan selalu jadi yang terakhir, tanpa jaminan bahwa kita tidak harus menelan kepahitan yang sama dikemudian hari.
Namun seiring bertambahnya usia, selalu ada pemahaman baru yang kita capai tentang rasa pahit itu sendiri. Berikut juga cara melewatinya. Seperti menelan pil pahit yang kadang ingin kita tenggak bersama makanan lunak, minuman manis atau tegukan air putih besar-besar agar lekas berlalu, kita mengembangkan cara kita dalam menangani setiap kepahitan.
Ada suatu masa ketika kita harus menelan rasa pahit yang berbeda dan belum pernah kita rasakan sebelumnya. Tapi seringnya rasa pahit yang sama terus menerus memaksa untuk kita rasakan kembali berulang kali.
Sementara tidak peduli berapa kalipun kita harus menelan kepahitan yang sama, kita tidak pernah menjadi terbiasa. Pil pahit tetaplah pahit, selihai apapun kemampuan kita untuk menelan, selalu ada bagian dari diri kita yang merasakan kepahitannya.
Tanpa kita sadari yang bertambah adalah level penerimaan kita terhadap kepahitan, tapi tidak dengan keterbiasaan. Kita tidak pernah menjadi terbiasa menjadi terluka tanpa merasa sakit.
Orang bilang mungkin saya harus menelan tablet obat dengan bantuan buah pisang agar dapat menelan tablet dengan baik
Saya ingat sekali saya mencoba usul itu dan berakhir dengan tidak menyenangkan. Bongkahan pisangnya meluncur lancar ditenggorokan sementara si tablet emoh beranjak, membuat efek pahitnya berkali lipat.
Orang juga bilang bahwa nanti ketika sudah lebih besar, mungkin saya akan menguasai cara menelan obat yang benar dan dengan cara yang lebih nyaman.
Saya jadi bertanya-tanya apakah cara meminum obat sama seperti level game, semakin bertambah level maka kita semakin menguasai strateginya?
Apakah minum obat, seperti halnya level game juga memerlukan latihan terus menerus? Practice makes perfect, seperti quote yang tercantum di buku tulis?
Lantas di tahun kesekian sekolah dasar, setelah terkena alergi yang cukup menyengsarakan karena membuat sekujur badan saya ruam, terus menerus demam dan segepok tablet yang harus dikonsumsi setiap hari akhirnya menjadi awal dimana saya akhirnya menguasai cara menelan tablet obat.
Dengan susah payah menenggak satu tablet, mendorong dengan tangan ke pangkal tenggorokan dan tegukan air banyak-banyak hingga hampir tersedak. Ada sedikit area lidah saya yang masih merasakan pahit.
Tapi untuk kali pertama, saya berhasil.
Setelah berhari-hari tersiksa karena alergi, untuk pertama kalinya saya bergembira karena berhasil menelan obat tanpa berakhir mengunyahnya.
Selalu ada kali pertama untuk sesuatu yang pahit dalam hidup kita, kali pertama merasa kecewa yang teramat dalam, kali pertama kehilangan, kali pertama gagal meraih impian, kali pertama patah hati. Kita menjalani hidup kita dengan kenyataan-kenyataan itu, tanpa jaminan bahwa kali pertama akan selalu jadi yang terakhir, tanpa jaminan bahwa kita tidak harus menelan kepahitan yang sama dikemudian hari.
Namun seiring bertambahnya usia, selalu ada pemahaman baru yang kita capai tentang rasa pahit itu sendiri. Berikut juga cara melewatinya. Seperti menelan pil pahit yang kadang ingin kita tenggak bersama makanan lunak, minuman manis atau tegukan air putih besar-besar agar lekas berlalu, kita mengembangkan cara kita dalam menangani setiap kepahitan.
Ada suatu masa ketika kita harus menelan rasa pahit yang berbeda dan belum pernah kita rasakan sebelumnya. Tapi seringnya rasa pahit yang sama terus menerus memaksa untuk kita rasakan kembali berulang kali.
Sementara tidak peduli berapa kalipun kita harus menelan kepahitan yang sama, kita tidak pernah menjadi terbiasa. Pil pahit tetaplah pahit, selihai apapun kemampuan kita untuk menelan, selalu ada bagian dari diri kita yang merasakan kepahitannya.
Tanpa kita sadari yang bertambah adalah level penerimaan kita terhadap kepahitan, tapi tidak dengan keterbiasaan. Kita tidak pernah menjadi terbiasa menjadi terluka tanpa merasa sakit.
Aku juga mash kesusahan buat minum obat pakai air. Kadang bisa, tapi kadang juga banyak gg bisanya. Kalau airnya ketelen dan obat mash nempel, ya allah pahitnyaaa
ReplyDelete:”)
ReplyDelete